• MALANG KUçEçWARA‬ • MALANG NOMINOR SURSUM MOVEOR • MALANG BELONGS TO ME •

11 Agustus 2007

Sejarah Aremania (Mulai jaman kadit kanep sampek tawor karo Bonek)

Arema dan Arema Fans Club

PSSI adalah badan pengurus sepak bola di Indonesia. PSSI telah masuk
FIFA pada tahun 1951. Peraturan sepak bola PSSI sesuai dengan
standar global yang ditentukan oleh FIFA. Di Indonesia 6 wasit dan
12 asisten telah memakai lencana FIFA. Liga sepak bola utama
Indonesia bernama Ligina Mandiri (Bank Mandiri sponsor Ligina).
Tahun ini sudah Ligina VIII. Karena soal jarak Ligina dibagi dua:
Wilayah Barat dan Wilayah Timur. Seperti Liga Eropa klub bertanding
untuk dapat poin: 3 kalau menang dan 1 kalau imbang. Sekarang setiap
Wilayah dirupakan dari 12 klub. Pada akhir musim 3 klub yang paling
rendah di klasemen degradasi, yaitu turun ke Divisi 1. Sementara itu
juara Ligina ditentukan oleh putaran `play-off' antara klub Delapan
Besar (empat klub yang paling atas di klasemen akhir dari kedua
Wilayah). Delapan klub itu dibagi dua grup lagi yang bertanding
untuk lolos ke semi final. Juara Wilayah menjadi tuan rumah selama
putaran Delapan Besar (namun ditentukan keputusan PSSI kalau stadion
juara Wilayah cukup bagus untuk pertandingan Delapan Besar). Setiap
klub bertanding tiga kali untuk dapat poin. Dua tim yang dapat
paling banyak poin lolos. Pemenang semi final di stadion Senayan di
Jakarta lolos ke final. Kemudian pertandingan final menentukan juara
Ligina Indonesia. Sekarang PSSI merencanakan Wilayah Timur dan Barat
digabungkan menjadi Liga bersatu. Sesuai dengan Liga-Liga di Eropa
juara tidak akan ditentukan oleh putaran `play-off' tetapi menurut
klasemen akhir.


PS Arema didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987 oleh H. Acub Zaenal
dan Ir. Lucky Zaenal. Dari awalnya Arema klub swasta. Pada waktu
Arema berdiri Liga Indonesia dibagi dua: liga untuk klub semi-
profesional bernama Galatama dan Liga klub Perserikatan. Klub-klub
Perserikatan tergantung pada pemerintah daerah untuk dana. Sementara
klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Walaupun Arema belum
pernah juara selama zaman Ligina, Arema juara Galatama pada tahun
1993. Pada tahun 1994 klub semi-profesional digabungkan dengan klub
Perserikatan untuk menjadi Ligina.


Pada tahun 1988 yayasan Arema Fans Club (AFC) berdiri. Ketua
pertamanya adalah Ir. Lucky Zaenal. Pada awalnya ada 13 korwil.
Setiap korwil adalah pengurus hal suporter Arema di sebuah kampung
atau daerah di Malang (*Peran korwil akan dibicarakan secara lengkap
di Bagian A, BAB III). Di artikel `Aremania Junjung Sportivitas'
diterbitkan di Bestari, no. 156, 2001 diceritakan bahwa menurut
suporter Arema, AFC itu sangat individual, yaitu berkaitan dengan
hubungan antara suporter dengan suporter lain. Akibatnya AFC
terhadap kesulitan mendorong kerukunan suporter. AFC pernah dianggap
sebagai yayasan yang terlalu ekslusif maupun kelas menengah untuk
diterima oleh kebanyakan suporter Arema. Sekitar tahun 1994 AFC
dibubarkan. Menurut Lucky Zaenal itu karena banyak kesibukan dan
soal generasi. Walaupun keadaan tokoh-tokoh AFC pasti mempengaruhi
keruntuhan AFC, harus ditanyakan mengapa AFC tidak diteruskan oleh
kelompok atau orang baru. Mungin itu tidak terjadi karena sudah
jelas bahwa AFC tidak didukung oleh suporter. Barangkali tokoh-tokoh
AFC sadar pada fakta itu. Makanya mantan-tokoh AFC langsung terlibat
dalam proses mengembangkan nama dan simbol yang akan mempersatukan
suporter. Memang tidak semua inisiatip AFC gagal. Harus diingatkan
bahwa dengan AFC mulai sistem organisasi suporter yang berdasarkan
pada korwil. Korwil-korwil tidak hilang dengan kematian AFC tetapi
jumlahnya bertambah. Di samping itu AFC berdiri dalam konteks keras
yaitu pada waktu geng-geng pemuda Malang merupakan para suporter
Arema.


Brutalisme Aremania  ke Hooliganisme Aremania 

Ada dua istilah yang dipakai untuk menggambarkan suporter yang tidak
sportif dan membuat kerusuhan: suporter brutal dan hooligan. Artinya
dua istilah hampir sama. Perbedaan antara dua istilah itu hanya soal
konteks. Istilah hooligan itu berasal di luar konteks Indonesia dan
bersifat perbandingan. Istilah suporter brutal lebih sering dipakai
dalam konteks Indonesia. Hooligan sama dengan suporter brutal karena
yang jelas kegiatannya berdasarkan pada egoisme buruk. Seorang
hooligan mau membuat kerusuhan dan kekerasan untuk membesarkan
egonya. Seorang hooligan tidak ikut pertandingan untuk menikmati
sepak bola tetapi untuk membuat kericuhan. Seorang Hooligan adalah
musuh perkembangan sepak bola apalagi komunitas suporter murni.
Akhirnya kalau memakai contoh suporter brutal Arema kelihatannya
perbedaan antara dua istilah hanya soal konteks.

Suporter Arema menjadi terkenal atas brutalisme antara
waktu Arema berdiri dan pertengahan tahun 1990-an. Ada kekerasan
antara suporter walaupun Arema menang atau kalah. Pada waktu itu
beberapa geng pemuda merupakan para suporter Arema. Setiap kampung
memiliki geng sendiri. Yang berikutnya adalah daftar nama geng-geng
Malang sama tempat asalnya kalau ada:



Nama Geng Tempat Asal

Aregrek Sekitar Jl. Basuki Rachmat

Arnak (Armada Nakal) Sukun

Anker (Anak Keras) Jodipan

Argom (Armada Gombal) Kidul Dalem

Arpanja (Arek Panjaitan) Betek

Fanhalen (Federasi Anak Nakal Halangan) Claket

SAS (Sarang Anak Setan) -

Geng Inggris Kasin
Jrot -

Ermera -

Saga (Sumbersari Anak Ganas) -


Geng-geng Malang dan tempat asalnya


Geng-geng ini membuat suasana menakutkan di stadion. Tempat
pertandingan menjadi kesempatan untuk geng-geng tersebut membuktikan
siapa yang paling keras. Persaingan keras antara geng-geng terjadi
walaupun semuanya medukung Arema. Jadi semua upaya untuk membuat
suporter Arema rukun dan kompak dihalangi. Tawuran terjadi antara
suporter Malang dan suporter dari luar tetapi juga di antara para
suporter Arema sendiri. Bentrokan tidak terjadi karena provokasi
tetapi disebab oleh suasana brutalisme ditimbulkan suporter Malang.
Masih diingatkan oleh suporter Arema (dengan malu) bahwa suporter
Malang brutal sebelum suporter Surabaya menjadi brutal. Akhinrya,
waktu antara 1987 dan pertengahan tahun 1990-an suporter Arema
membuktikan bahwa mereka bisa mengimbangi egoisme Hooligan Inggris.
Suporter Malang menjadi terkenal sebagai Hooligan Indonesia. Sering
selama akhir 1980-an dan awal 1990-an sering ada tawuran antara
suporter Surabaya dan Malang. Sayangnya persaingan keras itu antara
Bonek dan suporter Arema sulit dibatasi. Di Surabaya orang dari
Malang diganggu dan kendaraan yang berplat N (plat Malang) dirusak.
Sementara di Malang kendaraan yang berplat L (plat Surabaya)
mengalami hal yang serupa. Pada tahun 1992 ada semacam `sweeping'
menghadapi orang yang berKTP Surabaya. Polisi terpaksa melakukan
operasi untuk menghentikan aski brutal itu. Akhirnya permusuhan
berkembang antara orang kedua kota Jawa Timur tersebut melainkan
antara suporter saja. Lagipula Bonek nama suporter Surabaya menjadi
istilah berarti hooligan Indonesia. Jadi kata bonek yaitu yang tidak
pakai huruf besar artinya hooligan walaupun Bonek itu berarti
suporter Surabaya. Karena persaingan keras itu sering Aremania dan
Bonek dianggap sama saja. Khususnya di luar Malang banyak orang yang
bersikap bahwa Aremania adalah bonek juga. Banyak orang tidak
membedakan antaranya. Selama tahun-tahun itu masyarakat Malang tutup
jendela dan mengunci pintu kalau ada pertandingan Arema. Sekarang
suporter Arema telah benar-benar maju tetapi terhadap peringatan
masyarakat yang menganggap bahwa mereka masih brutal.



Aremania muncul


Pada pertengahan tahun 1990-an geng-geng Malang mulai luntur.
Sementara itu istilah Aremania muncul sebagai nama para suporter
Arema. Sebetulnya dua fenomena tersebut merupakan perubahan total
dalam budaya pemuda Malang yang dikatalisasikan oleh beberapa tokoh.
Di artikel `Aremania Mengukir Sejarah Baru' diterbitkan di Bestari,
no. 156, 2001 Gus Nul mantan pelatih Arema menceritakan bahwa
walaupun kurang jelas dari mana istilah Aremania itu muncul, nama itu
mempersatukan suporter Arema. Secara psichologis persamaan dasar
antara Arema dan Aremania membuat suporter merasa bersatu. Kata
Aremania bisa dibagi Arema dan Mania. Aremania itu muncul secara
spontan dari suporter Malang yang mulai bosan dengan perkelahian geng-
geng tersebut. Ada beberapa alasan untuk perubahan itu. Pertama-
tama geng-geng mulai luntur karena soal generasi. Anggota geng
walaupun masih muda selama akhir 1980-an, di pertengahan 1990-an
lebih dewasa. Karena sudah lumayan tua mulai bosan dengan kegiatan
geng.

Di samping itu, pada 1994 Ligina yang pertama dimulai dan PSSI mulai
mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional. Pemain
asing mulai main untuk klub Indonesia. Itu termasuk upaya untuk
menaikkan kualitas liga sepak bola. Pemain asing pernah main untuk
Arema. Pernah ada pemain dari Afrika, Amerika Selatan, Korea Selatan
dan juga Australia. Dari semua ini yang paling terkenal ada pemain
dari Negara Chile bernama Rodriguez `Paco' Rubio. Sekarang menurut
suporter Malang dia semacam pahlawan sepak bola Arema. `Paco' Rubio
menembus gol lawan selama putaran Delapan Besar Ligina VI. Di
samping itu, selama Ligina VII ada pemain dari Afrika namanya Frank
Bob Manuel yang dengan sayang dipanggil `Bobby' (selama Ligina VIII
main untuk klub perserikatan Malang Persema). Selama Ligina VIII
Jaime Rojas (mantan pemain Persema) juga berasal dari Chile masuk
klub. Dengan berupaya ke profesionalisme suporter mulai lebih
tertarik pada permainan khususnya karena impor pemain luar negeri.
Juga ada pemain lokal yang menjadi bintang. Misalnya Ahmad Junaedi
selama Ligina VI tetapi setelah itu dia pindah ke Persebaya dan
menjadi musuh suporter fanatik. Akhirnya mau kembali ke Arema dia
ditolak oleh pengurus Arema. Daripada membeli Junaedi lagi mereka
memilih mendidik pemain muda berasal dari Jawa Tengah bernama Johan
Prasetyo. Johan Prasetyo telah menjadi bintang Aremaa. Selain
Prasetyo ada Aji Santoso, pemain yang berpengalaman itu pernah main
untuk TimNas Indonesia. Karirnya setelah di Arema ke Persebaya dan
kemudian ke PSM Makassar. Akhirnya main untuk Persema sebelum main
di Arema lagi. Dengan impor pemain asing dan perhatian pada pemain
profesional orang Indonesia, yang berkembang antara para suporter
Indonesia adalah minat pada sepak bola bukan fanatisme terhadap klub
saja. Di artikel `Suporter Bergeser Jadi Football Minded'
diterbitkan di Jawa Pos 9 Maret 2002 perubahan sikap suporter
digambarkan. Ternyata bahwa para penonton mulai memilih menonton
pertandingan menurut suguhan kualitas sepak bolanya. Yaitu penonton
mulai memilih pertandingan dengan lawan kualitas sepak bola tinggi.
Barangkali suporter Indonesia dipengaruhi tayangan sepak bola dari
luar negeri. Suporter mulai menuntut kualitas dari sepak bola Liga
Indonesia.

Di samping itu perubahan suporter Malang didorong beberapa tokoh
perintis Aremania. Sebenarnya munculnya generasi geng dapat dicegah
karena upaya tokoh Aremania. Di artikel `Aremania Sebuah Gerakan
Rakyat' diterbitkan di Kompas, 1 April 2002 diceritakan bahwa
suporter didorong oleh tokoh seperti Ovan Tobing, Lucky Zaenal, Iwan
Kurniawan, Eko Subekti dan Leo Kailolo untuk menjadi suporter bersatu
dan sportif. Pasti mereka sadar bahwa suporter brutal akan merugikan
PS Arema, dan kalau klub Arema akan berusaha ke profesionalisme
seharusnya suporter juga. Tokoh yang tersebut membantu membangun
simbol klub Arema yang telah menjadi simbol suporter juga. Di
artikel `Aremania junjung sportivitas' diterbitkan di Bestari, no 156
2001 bahwa tokoh perintis ini mengusulkan Aremania dijuluki `Macan
Putih' atau `Singa Putih' karena Arema berdiri pada 11 Agustus yang
termasuk zodiak Leo. Kemudian secara spontan ada orang antaranya
yang teriak `edan'. Mungkin itu mucul dari bagian belakang istilah
Aremania yaitu `mania'. Kata `mania' berarti edan. Dari latar
belakang nama Aremania dan simbol Singo Edan semacam bahasa Malang
berkembang. Kata-kata bahasa Indonesia dan bahasa Jawa terbalik
merupakan bahasa Malang atau fenomena Ngalamania. Misalnya Singo
Edan menjadi Ongis Nade dan Orang Malang menjadi Genaro Ngalam. Di
samping itu arek-arek Malang menjadi Kera-kera Ngalam. Surat kabar
Radar Malang itu Jawa Pos-nya Kera Ngalam. Sekitar pertengahan tahun
1990-an suporter Arema mulai berubah. Citra negatif terhadap
suporter Arema ada sampai sekarang tetapi selama beberapa tahun yang
lalu Aremania pernah diakui sebagai suporter Indonesia terbaik. Pada
waktu ribuan suporter ke Jakarta untuk putaran Delapan Besar Ligina
VI Ketua Umum PSSI Agum Gumelar terkesan oleh penampilan suporter
Arema di Stadion Senayan. Dia mengakui Aremania sebagai suporter
kreatif, sportif dan atraktif. Di samping itu PSSI pernah mengundang
Yuli Sugianto (dirigen suporter Arema) untuk mewakili suporter
Indonesia. Selama Ligina VII sering diakui oleh suporter klub lain
sebagai guru suporter lain. Pada Januari tahun 2001 di Tangerang,
suporter mengucapkan selamat datang kepada Aremania dan sesudah ada
insiden lemparan terhadap Aremania mereka mengucapkan termima kasih
karena Aremania tidak terpancing oleh oknum provokator Tangerang.
Pada Juli tahun itu diakui oleh suporter Solo sebagai `guru hebat'.
Lagipula kemajuan Aremania mempengaruhi keadaan di Malang. Selama
waktu Krismon, Malang tenang walaupun dimana-mana di Jawa telah
kacau. Itu karena pemuda Malang telah merasa bersatu sebagai
Aremania dan tidak ingin membuat kerusuhan di kotanya. Katanya ada
suporter Solo yang mengirim sepasang bh dan celana dalam perempuan ke
Aremania agar mengucapkan Aremania para penakut. Namun Aremania
tidak mudah dipancing. Yang jelas dalam lingkungan suporter sepak
bola telah dianggap maju dari masa dulunya. Lagipula mereka dianggap
perintis suporter di Indonesia. Namun proses ini mulai lebih dari 5
tahun yang lalu dan Aremania sampai tahun 2001 berjuang untuk
menghapus sisa-sisa brutalisme.





D. Sisa-sia Brutalisme



Aremania tidak langsung berhasil dalam perjuangan untuk menghapus
citra suporter brutal. Sampai tahun 1999 ada bentrokan antara
suporter di Malang tetapi khususnya dengan Bonek. Keadaan kacau
hampir tidak bisa dicegah aparat keamanan. Persaingan keras antara
suporter Malang dan Surabaya terjadi selama ada kesempatan Arema
melawan Persebaya. Akibatnya di Malang suporter Surabaya harus
dilarang masuk Malang supaya mencegah insiden yang tidak diinginkan.
Pengurus Arema pernah minta pertandingan Arema versus Persebaya
diadakan di luar Malang agar tidak ada tawuran. Namun ini diprotes
Aremania yang menuntut bahwa pertandingan Arema tetap milik
masyarakat Malang. Namun tahun-tahun tersebut harus dibedakan dari
zaman geng-geng. Mungkin tahun-tahun yang berikut kelunturan geng-
geng Malang bisa dianggap sebagai waktu peralihan. Sampai tahun 2001
ada insiden yang terjadi di luar Malang. Salah satu contoh konflik
antara suporter Malang dan Surabaya adalah tragedi Sidoarjo yang
terjadi pada bulan Mei tahun 2001.



Tragedi Sidoarjo: Pada Ligina VII Aremania mendukung tim
kesayangannya di pertandingan away. Arema melawan Gelora Putra Delta
(GPD) di Sidoarjo. Soalnya tiga kelompok suporter mucul di stadion
Delta: Deltamania, Aremania dan Bonek. Karena jarak antara Surabaya
dan Sidoarjo jumlah sedikit suporter Surabaya datang untuk
menjenkelkan suporter Arema. Tiga kelompok ini dibagi supaya tidak
ada bentrokan. Aremani menempati sektor utara sementara Bonek dan
Deltamania ada di tribun VIP. Pertama-tama sebelum pertandingan
mulai sekitar jam 14. 15 ada lemparan batu dari luar stadion. Dua
suporter Arema terluka dan Aremania menuntut bahwa tempat di luar
stadion khususnya sekitar sektor utara diamankan. Di samping itu
Aremania dimarahkan kabar bahwa dua mobil Aremania dirusak. Pada jam
15.10 lemparan batu antara sektor utara dan tribun timur mulai.
Polisi terhadap kesulitan membatasi lemparan karena Bonek dapat
sumber batu dari luar stadion. Pada jam 16.00 pertandingan sepak
bola dimulai. Pada jam 16.20 aparat keamanan megeluarkan tembakan
peringatan untuk menghentikan lemparan. Pada menit ke-29
pertandingan harus dihentikan karena suporter masuk lapangan dan
kerusuhan mulai terjadi di luar stadion. Aremania harus dievakuasi
oleh aparat keamanan. Akhirnya 15 orang terluka, 7 mobil dan 2
sepeda motor dirusak. Juga stadion Delta dihancur dari aksi lemparan
dan bentrokan yang berikutnya. Reaksi Aremania penuh dengan
kesedihan terhadap tragedi Sidoarjo. Para suporter Arema merasa
mereka salah dipersalahkan untuk tragedi Sidoarjo walaupun Bonek
adalah provokator. Pak Marheis salah satu korwil Aremania yang
dianggap oleh sebagian suporter sebagai tokoh yang memperbolehkan
ketertiban antara korwil-korwil tidak bisa menahan tangisnya setelah
insiden Sidoarjo. Ovan Tobing seorang perintis Aremania setelah
tragedi itu berpendapat bahwa tragedi di Sidoarjo merupakan pelajaran
untuk PSSI. Pada waktu Arema main di Malang Aremania membawa spanduk
yang protes disalah untuk kejadian di Sidoarjo. Sayangnya bahwa
insiden seperti itu menegaskan citra Aremania sebagai suporter brutal
karena dalam insiden itu Aremania sebetulnya di kedudukan sulit.
Pertama-tama mereka dilempari dari luar stadion. Lagipula mereka
terhadap Bonek yang siap dengan sumber batu dari luar stadion.



Aremania diserang di Jogja: Selain masalah Bonek ada kelompok lain
yang iri pada Aremania jadi mencoba memancingnya. Pada bulan Oktober
tahun 2001 Aremania diundang ke pertadingan di Jogjakarta. Di Jogja
Aremania diserang. Seperti di Sidoarjo ada lemparan batu dari luar
stadion. Aremania terpaksa masuk lapangan untuk menghindari lemparan
dari luar stadion. Pertandingan dihentikan dan harus dimain hari
berikutnya di tempat yang dirahasiakan. Slemania, para suporter
Jogja pada umumnya sangat malu pada penyerangan itu. Mereka mulai
menyanyi dengan gaya Aremania:

Maaf…maaf…maaf Aremania

Maafkan kami atas kejadian ini

Pada umumnya ada persahabatan antara Aremania dan para suporter lain
tetapi kadang-kadang ada oknum kelompok yang mencoba memancing
Aremania. Dan jarang Aremania terpancing dengan mudah. Selama
Ligina VIII tidak ada masalah bentrokan kalau suporter lain datang ke
Malang. Aremania membuktikan bahwa telah sportif. Suporter apalagi
pemain saja butuh sportivitas. Setelah kejadian seperti di Jogja
Aremania janji mereka tidak akan membalas dendam kalau suporter
Sleman datang ke Malang. Korwil Cilewung juga mendorong Aremania
untuk tidak membalas dendam Bonek. Dia sadar bahwa kalau membalas
dendam pasti tidak akan dibedakan dari Bonek. Harus diakui walaupun
lama berjuang dengan sisa-sisa brutalisme Aremania telah agak
berhasil dalam tugasnya.

Suporter Arema bersemangat kepada tim kesayangannya tetapi juga
kepada negara Republik Indonesia. Dengan kompak suporter Arema
sebelum permulaian pertandingan menyanyi lagu nasionalis `Padamu
Negeri'. Lagu itu dinyanyi suporter dengan bangga. Nasionalisme
merupakan salah satu aspek dasar suporter Arema. Aremania mendukung
Arema tetapi akhirnya semua maupun suporter tim lawan bersaudara.
Malang aman karena persaudaraan itu. Lagipula Malang lepas daripada
masalah pertentangan kesukuan atau konflik agama yang timbul di mana-
mana di Indonesia. Aremania berpendapat bahwa kalau Malang bisa
begitu rukun, mengapa negara Indonesia belum bisa seperti itu? Yang
jelas persatuan Aremania muncul secara alami dan karena itu ada sikap
positif terhadap persatuan negara Indonesia.
Pointnya adalah bahwa Aremania adalah wadah
pemersatu beberapa kelompok pemuda (geng) yg ada di malang
pada era 1980 - 1990'an.
Begitu juga yg ada di jakarta dengan Jakmania, kalau saya amati
keberadaan Jakmania mengurangi tawuran antar pelajar yg sangat
marak di tahun 1990 an. Karena sudah ada wadah pemersatunya 'Jakmania'.

Kembali ke era tahun 1980 - 1990 an. Masalah gengster tidak hanya di Malang saja.
Gengster banyak tumbuh di kota-kota besar terutama pada masa itu:
Jakarta, Surabaya, Medan, Jogjakarta dan Bandung dll.
Kalau di Jakarta biasanya geng lebih bersifat etnis: misalkan kelompok Arek (Umumnya
berasal dari surabaya & Madura), kelompok Medan, Kelompok Ambon,
Kelompok Bugis/Makasar, Kelompok Palembang dsb.

Sedang di surabaya genster lebih banyak di latarbelakangi oleh musik rock / metal
yg tumbuh pesat di surabaya pada era itu. Bahkan Surabaya adalah kiblatnya
musik rock Indonesia. Mungkin masih ingat nama2: power metal, andromeda,
lost angels (eks boomerang) dan saat itu yg namanya Dewa19, Padi dsb masih bau kencur
dan masih belajar main band weks. dan masih banyak lagi grup lokal lainnya.

Seiring dg itu pun muncul nama2 geng disurabaya. Saya hanya ingat yg paling besar
dan di takuti adalah : RIOT, BH (Bosan Hidup), Logness, Madas (Madura Asli), Besi Tua dan Antrax.
Mereka selalu berkumpul tiap minggu di tambaksari dan hampir tiap hari di pelataran THR.
Dulu hampir tiap minggu ada konser rock di tambaksari (dari musisi terkenal) dan hampir tiap hari ada konser dari musisi rock local di THR.
Pernah ada konser SEPULTURA di surabaya dan dalam rasia oleh petugas di pintu masuk stadion berhasil dikumpulkan puluhan karung besar isi clurit, pedang (klewang) dan berbagai senjata tajam lainnya untuk tawuran.


Beruntung Malang selain kesadaran masyarakatnya tinggi juga punya orang2 seperti :
OvanTobing, Lucky Zaenal, Iwan Kurniawan, Eko Subekti dan Leo Kailolo. Setidaknya meraka
bisa dianggap sebagai bapaknya arema.
Sementara Bonek di surabaya seperti kumpulan anak-anak yg kehilangan induknya.
Barangkali hanya Cak Narto Almarhum yg pantas disebut sebagai Bapak nya Bonek.