Kiranya februari depan menjadi hari yang menyebalkan dan menyenangkan dalam hidupku. Di waktu itu aku harus meninggalkan Kota Medan dengan segala heteroginitasnya, kesemrawutan lalu lintasnya dan cuaca yang panas.
Menuju Bumi Arema dengan pengharapan akan mendapatkan jalur kehidupan kehidupan yang lebih baik, memutus rasa kebimbangan yang selama ini semakin tumbuh.
Alhamdulillah semua telah berjalan, dan aku coba untuk menjalani kehidupan baru, dengan pola pikir yang dimodifikasi sesuai dengan kondisiku sekarang. Semoga Allah tetap bersamaku.
Mataku masih memandang layar kotak ini yang sedikit buram. otakku masih meraba memori-memori yang aku simpan dibelakangnya.
Tidak ada satu hal yang istimewa yang membawaku kini terpaku bergeming di medan ini. Hanya sebuah jalan kehidupan dari kerjaku sekarang yang hanya membikin ototku mengejang dan membikin otakku seperti dihempas palu godam saat ku mendengar bahwa aku harus di mutasi ke kota lain atau resign. Darah ku seolah berhenti mengalir dan bahkan aku tak mampu bediri tegak.
“aku belum sanggup”, hatiku berteriak kencang. Ya, saat itu aku belum sanggup kalau harus meninggal kota Medan tercinta.. Sudah setahun lebih aku mendekam dalam daerah ini. Yang memenjarakan semangat dan pikiran ku dalam lingkaran candu yang tidak bisa dihilangkan dari otakku. Terlalu banyak kenangan yang harus telah aku buat, seandainya aku harus meninggalkan kota itu. Aku belum siap untuk tidak bernafas dan meminum air dari atmosfir kota yang telah mendidikku jadi manusia urban. Meninggalkan tiap tetes keringat yang telah aku tumpahkan di jalan-jalan protocol maupun arterinya. Yang jelas aku belum sanggup, tapi mau tidak mau, suka tidak suka aku harus meninggalkannya demi sebuah alasan klasik seorang anak manusia yang ingin berubah yaitu KARIR.
Ya, Tiada satupun yang bisa aku lakukan selain memaksakan hatiku untung riang. Aku belum sempat menejemput semangatku yang masih tertinggal di kota Medan. But, life must be go on, Aku harus bisa bertahan hidup disini. Seperti batang ubi yang bisa hidup di tanah manapun ia dicampakkan. Walaupun pada awalnya ia butuh waktu untuk menumbuhkan daun pertama di ruas-ruas batangnya. dan aku pikirpun itu hanya masalah waktu sampai suatu saat aku bisa jatuh cinta sama kota ini.
Akhirnya aku akan pulang. Tidak tahu kenapa, pada awalnya aku gak bisa Semua kawan, saudara-saudaraku dan kenangannya kini sudah pasti sangat membebaniku saat ku mencoba melangkah meninggalkan kota ini. Aku tidak bisa menguraikan kata perkata, bait perbait hal yang membuatku jatuh cinta dengan kota ini. Yang jelas, aku tidak pernah menjemput semangat di kota Medan yang tertinggal saat ku hijrah. Tapi kota inilah yang membuat semangat baru untuk hidupku. Dan seandainya diizinkan Allah, aku ingin menghabiskan tahun ini dikota ini. (Medan, 21 Januari 2011 - 16:50 WIB)
Menuju Bumi Arema dengan pengharapan akan mendapatkan jalur kehidupan kehidupan yang lebih baik, memutus rasa kebimbangan yang selama ini semakin tumbuh.
Alhamdulillah semua telah berjalan, dan aku coba untuk menjalani kehidupan baru, dengan pola pikir yang dimodifikasi sesuai dengan kondisiku sekarang. Semoga Allah tetap bersamaku.
Mataku masih memandang layar kotak ini yang sedikit buram. otakku masih meraba memori-memori yang aku simpan dibelakangnya.
Tidak ada satu hal yang istimewa yang membawaku kini terpaku bergeming di medan ini. Hanya sebuah jalan kehidupan dari kerjaku sekarang yang hanya membikin ototku mengejang dan membikin otakku seperti dihempas palu godam saat ku mendengar bahwa aku harus di mutasi ke kota lain atau resign. Darah ku seolah berhenti mengalir dan bahkan aku tak mampu bediri tegak.
“aku belum sanggup”, hatiku berteriak kencang. Ya, saat itu aku belum sanggup kalau harus meninggal kota Medan tercinta.. Sudah setahun lebih aku mendekam dalam daerah ini. Yang memenjarakan semangat dan pikiran ku dalam lingkaran candu yang tidak bisa dihilangkan dari otakku. Terlalu banyak kenangan yang harus telah aku buat, seandainya aku harus meninggalkan kota itu. Aku belum siap untuk tidak bernafas dan meminum air dari atmosfir kota yang telah mendidikku jadi manusia urban. Meninggalkan tiap tetes keringat yang telah aku tumpahkan di jalan-jalan protocol maupun arterinya. Yang jelas aku belum sanggup, tapi mau tidak mau, suka tidak suka aku harus meninggalkannya demi sebuah alasan klasik seorang anak manusia yang ingin berubah yaitu KARIR.
Ya, Tiada satupun yang bisa aku lakukan selain memaksakan hatiku untung riang. Aku belum sempat menejemput semangatku yang masih tertinggal di kota Medan. But, life must be go on, Aku harus bisa bertahan hidup disini. Seperti batang ubi yang bisa hidup di tanah manapun ia dicampakkan. Walaupun pada awalnya ia butuh waktu untuk menumbuhkan daun pertama di ruas-ruas batangnya. dan aku pikirpun itu hanya masalah waktu sampai suatu saat aku bisa jatuh cinta sama kota ini.
Akhirnya aku akan pulang. Tidak tahu kenapa, pada awalnya aku gak bisa Semua kawan, saudara-saudaraku dan kenangannya kini sudah pasti sangat membebaniku saat ku mencoba melangkah meninggalkan kota ini. Aku tidak bisa menguraikan kata perkata, bait perbait hal yang membuatku jatuh cinta dengan kota ini. Yang jelas, aku tidak pernah menjemput semangat di kota Medan yang tertinggal saat ku hijrah. Tapi kota inilah yang membuat semangat baru untuk hidupku. Dan seandainya diizinkan Allah, aku ingin menghabiskan tahun ini dikota ini. (Medan, 21 Januari 2011 - 16:50 WIB)