• MALANG KUçEçWARA‬ • MALANG NOMINOR SURSUM MOVEOR • MALANG BELONGS TO ME •

15 Juli 2011

Romeo & Juliet of PUNK

Aku sedang mendengarkan lagu My Way dan teringat seorang sosok laki-laki personil Sex Pistol SID Vicious dan kisah cintanya dengan NANCY SPUNGEN, Lagenda Romeo and Juliet versi PUNK!  
Meskipun banyak kisah aibnya SID Vicious tetap jadi seorang legenda Punk, btw ada lagikah di zaman ini pria seperti SID Vicious yang terlalu menyayangi teman wanitanya? Beberapa orang saja, mungkin ...



Siapakah SID Vicious ini? SID Vicious atau nama sebenarnya John Simon Ritchie adalah seorang pemain gitar bass kelompok musik Sex Pistols yang dilahirkan pada 10 May 1957 di kota London. Kacak sungguh! Tapi sayangnya, SID Vicious mati ketika berusia 21 TAHUN pada pengaruh narkoba dan heroin yang tegar setelah KECEWA DENGAN KEMATIAN TEMAN WANITA yang sangat disayanginya yaitu NANCY SPUNGEN. SID Vicious mulai bergabung kelompok musik punk Sex Pistols pada 3 April 1977 ketika usia SID Vicious 20 tahun setelah pengunduran diri oleh pemain gitar bass asal kelompok itu, Glenn Matlock. SID Vicious bukanlah seorang yang pandai memainkan bass namun oleh karena perangai PUNK sejatinya yang keterlaluan taksub dengan semangat anarki, Malcolm McLaren selaku manajer kelompok Sex Pistols telah mengambil SID Vicious menjadi anggota kelompok musik itu. Malcolm McLaren pernah berkata: -"Jika Jonny Rotten is the voice of PUNK, then SID Vicious is the attitude."Kehadiran SID Vicious dalam kelompok Sex Pistols itu telah melonjakkan kemasyuran kelompok band musik PUNK itu. Ditambah pula dengan sikap agresif SID Vicious yang mengganas dan melukai diri sendiri di pentas setiap kali tampil seperti mengelar dadanya sendiri dengan pisau, vandalisme, berperilaku jijik dengan memberi sinyal lucah, meludah dan kencing di atas pentas.


Beberapa bulan kemasyuran SID Vicious itu, SID Vicious telah bertemu dengan kekasih hatinya, NANCY SPUNGEN seorang gadis dari Amerika Serikat. Bermulah kisah cinta SID Vicious dan NANCY SPUNGEN, Lagenda Romeo and Juliet versi PUNK ini. NANCY SPUNGEN bukanlah seorang gadis yang cantik, memiliki tubuh yang berisi, berambut kerinting ke telinga dan blonde. Matanya bercelak tebal, berpakaian tidak semenggah, wajahnya tampak berusia, kuat rokok dan NANCY SPUNGEN merupakan seorang menagih narkoba dan heroin yang tegar. Bagaimana SID Vicious bisa mencintai gadis seperti NANCY SPUNGEN ini? Rumit, bukan? Namun, inilah hakikatnya. Tidak ada pria yang menginginkan gadis seperti NANCY SPUNGEN ini melainkan SID Vicious.


Pada 12 Oktober 1978, SID Vicious dan NANCY SPUNGEN telah menginap di Chelsea Hotel (room 100) suite mewah ala Bohemia dengan mendaftarkan nama sebagai "Mr. Dan Mrs. John Ritchie" meskipun mereka belum menikah. SID Vicious dan NANCY SPUNGEN berada dalam pengaruh narkoba dan heroin. Mereka khayal. Tidak sadar apa yang terjadi. Tidak lama kemudian, NANCY SPUNGEN tersedia berlumuran darah terduduk bersandar di bawah wastafel, mata terbuka dengan pisau Jaguar K-11 tertusuk di perut NANCY SPUNGEN milik SID Vicious yang pernah dihadiahkan oleh seorang vokalis PUNK ROCK, Stiv Bators selama hidupnya. SID Vicious menafikan dia membunuh teman wanita kesayangannya itu.

Pada 22 Oktober 1978 yaitu 10 hari setelah kematian teman wanita yang dicintainya itu, ternyata SID Vicious berputus asa untuk hidup. SID Vicious tidak mau hidup tanpa gadis yang dicintainya itu lalu mencoba bunuh diri dengan menyebut urat nadinya. Namun, SID Vicious sempat diselamatkan di Bellevue Hospital, Amerika Serikat. SID Vicious telah meluahkan perasaan cintanya yang mendalam terhadap NANCY SPUNGEN yang telah mati kepada ibunya: -"We so much wanted to die together in each other s arms. I cry every time I think about that. I promised my baby that I would kill myself if anything ever happened to her, and she promised me the same. This is my final commitment to my love ".SID Vicious membuat satu puisi tentang teman wanita kesayangannya, NANCY SPUNGE dan diberikan kepada ibunya: -

Hasil tulis tangan SID Vicious pada teman wanita kesayangannya, NANCY SPUNGEN.

You were my little baby girlAnd I shared all your fearsSeperti joy to hold you in my armsAnd kiss away your tearsBut now you're gone there 's only painAnd nothing I can doDan Saya tidak ingin live this lifeIf I tidak dapat live it for youTo my beautiful baby girlOur love will never die "-Sid s poem about Nancy
Dari situ, terserlahlah betapa cintanya SID Vicious terhadap NANCY SPUNGEN. Lihatlah betapa agungnya cinta mereka. Semua teman SID Vicious dan NANCY SPUNGEN menolak klaim SID Vicious membunuh NANCY SPUNGEN. Ibu ke NANCY SPUNGEN sendiri pun tidak menafikan kemungkinan anaknya NANCY SPUNGEN yang meminta SID Vicious menikam dirinya untuk membuktikan cinta SID Vicious terhadap dirinya. Tidak ada yang percaya SID Vicious sanggup membunuh NANCY SPUNGEN. Akhirnya, SID Vicious mati setelah menyuntik narkoba asli ke tubuhnya sendiri pada usia yang terlalu muda, yaitu 21 tahun (setelah setahun SID Vicious bergabung kelompok SEX Pistols). Ibu ke SID Vicious telah menemukan sekeping catatan: -


"We had a death pact, dan I have to keep my end of the bargain. Silahkan bury me sebelah my baby in my leather jaket, jeans dan boots. Goodbye."


Sayangnya, hasrat SID Vicious ingin kuburnya di samping kubur NANCY SPUNGEN tidak dapat ditunaikan karena teman wanita peliharaan SID Vicious itu merupakan penganut Yahudi. Mayat NANCY SPUNGEN ditanam di kuburan orang-orang Yahudi namun mayat SID Vicious tidak dapat ditanam di situ karena SID Vicious bukan orang Yahudi.  

Oleh karena itu, mayat SID Vicious harus dibakar dan abunya ditabur di atas kuburan NANCY SPUNGEN.


"We were partners in crime. We help each other out."- Nancy Spungen (1958-1978)

14 Juli 2011

Sajak-Sajak Wiji Thukul

http://img508.imageshack.us/img508/4433/wijiys6.jpg 
 
Sajak Suara
 
 
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam, mulut bisa dibungkam,
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan,
apabila engkau memaksa diam, aku siapkan untukmu: pemberontakan!
Sesungguhnya suara itu bukan perampok yang ingin merayah hartamu, ia ingin bicara, mengapa kau kokang senjatamu dan gemetar ketika suara itu menuntut keadilan?

Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata, ia lah yang mengajari aku bertanya dan pada akhirnya tidak bisa tidak engkau harus menjawabnya,
apabila engkau tetap bertahan, aku akan memburumu seperti kutukan.
 
Puisi 
 
“Kalau hidupmu tidak mudah, keras, penuh tekanan, kejam dan hampir-hampir kau tak tahu harus berbuat bagaimana, maka menulislah puisi.”
“Kalau hidupmu terjepit, kau dikejar-kejar, kau bersembunyi, kau berganti kaos, celana, sandal bahkan nama, sampai-sampai kau nyaris alpa dirimu sendiri, maka menulislah puisi.”
“Puisi apa yang kau tulis?Apa pun itu, puisi akan melembutkan pikiranmu, setidaknya jemarimu sendiri.”

Di jaman seperti ini, masihkah relevan membaca Thukul? Tahun-tahun ini tentu sudah jauh berbeda dibanding era Wiji Thukul. Sudah tidak ada lagi sepatu lars menginjak di bawah meja. Orang boleh mencaci presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati juga para DPRnya sendiri tanpa perlu gentar. Orang punya puluhan partai politik untuk di pilih. Konon, kita tidak perlu lagi punya rasa takut pada negara. Ya, itu benar. Yang menjadi persoalan bukanlah apakah kita takut pada negara, melainkan jika negara takut pada warganya sendiri. Itulah yang jauh lebih mengerikan. Karenanya, meski era penghilangan orang macam Thukul sudah dianggap berlalu namun masih ada kematian-kematian yang tak perlu. Munir, misalnya. Ironisnya, Munir turut menulis essay tentang Wiji Thukul sebagai pengantar buku kumpulan puisi Wiji Thukul, berjudul Aku Ingin Jadi Peluru.
Masihkah relevan membaca Thukul? Soal relevansi, itu mudah dicari. Ada baiknya simak satu puisi Thukul ini:

Kucing, Ikan Asin Dan Aku

Seekor kucing kurus
menggondol ikan asin
laukku untuk siang ini
aku meloncat
kuraih
pisau
biar
kubacok ia
biar
mampus
ia tak lari
tapi mendongak
menatapku
tajam
mendadak
lunglai
tanganku
-aku melihat diriku sendiri!
lalu kami berbagi
kuberi ia kepalanya
(batal nyawa melayang)
aku hidup
ia hidup
kami sama-sama makan

Puisi tentang sesuatu yang sederhana dengan bahasa sederhana.
Ya, hidup Thukul tampaknya begitu keras. Ini tampak dari puisi-puisi dalam buku ini. Buku kumpulan puisi yang diterbitkan oleh IndonesiaTera berusaha merangkum semua puisi Thukul. Buku ini memuat dua kumpulan puisi Thukul yang pernah terbit sebelumnya (oleh Taman Budaya Surakarta), yaitu Puisi Pelo dan Darman Dan Lain-lain, yang menjadi dua sub bab tersendiri. Selain itu, juga memuat puisi-puisi yang belum terkompilasi, dan dijadikan dua sub bab, Lingkungan Kita Si Mulut Besar dan Ketika Rakyat Pergi. Sub bab terakhir berjudul Baju Loak Sobek Pundaknya adalah kumpulan puisi Thukul semasa pelarian (setelah 1 Agustus 1996). Dalam pelarian, Thukul menulis dengan nama samaran Budi Bang Branang. Salah satu puisi masa pelariannya adalah Kucing, Ikan Asin Dan Aku di atas.

Nyanyian Akar Rumput

jalan raya dilebarkan
kami terusir
mendirikan kampung
digusur
kami pindah-pindah
menempel di tembok-tembok
dicabut
terbuang
kami rumput
butuh tanah
dengar!
Ayo gabung ke kami
Biar jadi mimpi buruk presiden!
Kalau banyak orang negara takut pada Thukul (dulu) itu bisa dimengerti. Membaca Thukul adalah membaca semangat perlawanan.
dalam keyakinan kami
di mana pun –tirani harus tumbang! (Bunga Dan Tembok)
mari tidur
persiapkan
perlawanan, esok pagi! (Untuk D)
aku berpikir tentang gerakantapi mana mungkin
kalau diam? (Tentang Sebuah Gerakan)
aku menulis aku penulis terus menulis
sekalipun teror mengepung (Puisi Di Kamar)
penjara sekalipun
tak bakal mampu
mendidikku jadi patuh (Puisi Menolak Patuh)
kita tidak sendirian
kita satu jalan
tujuan kita satu ibu: pembebasan! (Tujuan Kita Satu Ibu)

Tapi Thukul bukanlah orang yang begitu keras penuh pemberontakan. Thukul tetaplah manusia yang mempunyai sisi lembut, terutama pada ibu. Thukul tidak sekedar menulis perlawanan, ia menulis banyak hal, terutama hal sehari-hari yang ia akrabi. Kalau toh Thukul menari-nari dalam dunia imajinasi, ia tetap kembali pada sehari-hari.

Sajak Ibu

ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
tetapi menangis ketika aku susah
ibu tak bisa memejamkan mata
bila adikku tak bisa tidur karena lapar
ibu akan marah besar
bila kami merebut jatah makan
yang bukan hak kami
ibuku memberi pelajaran keadilan
dengan kasih sayang
ketabahan ibuku
mengubah sayur murah
jadi sedap


dengan kebajikan
ibu mengenalkanku kepada tuhan

Derita Sudah Naik Seleher

kaulempar aku dalam gelap
hingga hidupku manjadi gelap
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kaupaksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
darah sudah kauteteskan
dari bibirku
luka sudah kaubilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kaurampas
dari biji mataku
derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas

Membaca Wiji Thukul adalah membaca dunia Thukul dengan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Bahasanya cukup lugas, tidak berbunga-bunga, dan tidak memerlukan banyak tafsir. Itu karena Thukul ingin didengar. Thukul bukan menulis puisi untuk dikulum diam-diam. Puisinya untuk diucapkan bahkan diteriakkan. Ya, kata orang, puisi Thukul adalah puisi protes. Namun, mungkin lebih tepat dipandang sebagai sebuah puisi proses. Ya, menulis puisi bagi siapa pun adalah sebuah proses. Proses menafsirkan realita. Dan, bagi Thukul realita itu berupa kekerasan.
Kembali ke pertanyaan semula. Di jaman sekarang ini apa relevansinya membaca Thukul? Hm, tidakkah kita juga melihat realitas kekerasan itu sampai sekarang? Diperlukan Thukul untuk mengingatkannya pada kita semua.




sumber: buku karya : Wiji Thukul – Aku Ingin Jadi Peluru

 

13 Juli 2011

DERITA ABADI




karya: (alm) Ivan "Scumbag" Firmansyah [BURGERKILL]

…adalah pekat noda,sumber segala dosa
penikmat sejati pengumbar nafsu binatang
aku adalah ketidak sempurnaan…beban mental,derita abadi
tak terpuaskan tak terlampiaskan…
aku adalah penyakit jiwa…tak terobati
jiwa ini menyimpan dendam mendalam.
biarkan ku terbaring di kesunyian yang pilu…luruh!
perih menusuk kesendirianku merengut ringkih jiwaku
waktu membisu pandangi hidupku
seakan lorong kelam hidupku tak berujung…

sumber: blog friensdter ivan scumblog


jawabanku....

kesendirian yang kau agungkan hanyalah keterbatasan jiwa yang lelah berkibar demi sebuah imaji.
tanpa siapapun aku tetap masih bisa berdiri tanpa penyangga kaki.
ketidak adilan yang kau rasakan juga telah lama ku arungi.
dan suatu ketika aku tahu bahwa semua itu hanyalah ilusi.
akulah yang memuatku merasa seperti mati.
dan bilamana kita dihadapkan pada sebuah lorong kelam yang panjang, janganlah kita berhenti berjalan !
terangi langkah demi langkah yang menyayat hati, dengan keindahan jiwa-jiwa yang tersisih.
dan kau tidak lagi sendirian….
tertawalah demi masa yang membuatmu gila.

Semoga Kau tenang disana dengan senyuman atas kerja keras dan keringatmu bagi musik bawah tanah... \m/

Prinsipku dan Prinsipmu

Setiap orang dalam cara menjalani kehidupannya memiliki prinsip masing-masing yang mereka yakini. Prinsip itu selalu akan mengiringi setiap langkah setiap orang yang memiliki prinsip tersebut. Dengan prinsip, diharapkan setiap akan menjalani sesuatu lebih terarah karena memiliki panutan dan tujuan. Tetapi tidak jarang juga ditemui orang-orang yang tidak punya prinsip, entah apa alasan mereka mungkin mereka menganggap prinsip hanya hal yang sepele yang dapat berjalan dengan begitu saja.
Prinsip setiap orang pasti lah berbeda-beda. Ambil contoh saja dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa yaitu masalah pacaran. Ada orang yang berprinsip punya pacar haruslah pria yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan gaji yang besar (hehe, sapa juga yang gak mau ya) tetapi ada juga berprinsip cukup penilaiannya dengan hati saja karena kalau materi bisa dicari dan sudah ditentukan oleh Allah, bahkan ada yang berprinsip, tidak mau pacaran tetapi langsung menikah. Tapi permasalahan disini adalah bukan perbedaan-perbedaan prinsip tetapi bagaimana cara kita menghargai prinsip yang telah kita buat sendiri???
Tidak banyak yang melanggar sendiri prinsip yang telah mereka buat, apa alasannya? Banyak alasan yang hanya orang bersangkutan saja yang tahu. Saya hanya ingin berbagi jika jangan sampai kita melanggar prinsip yang alasannya karena orang lain. Kenapa??? Alasannya adalah:
  1. Apakah orang lain tahu apa tujuan sebenarnya dari prinsip yang kita buat?
  2. Apakah orang lain yang mesti menentukan prinsip kita?
  3. Apakah orang lain yang merencanakan jalan kehidupan kita?
  4. Apakah orang lain yang bisa menentukan apakah kita bahagia?
  5. Apakah orang lain yang mengukur kemampuan kita?
Nah dari lima pertanyaan tersebut mari kita jawab:
  1. Apakah orang lain tahu apa tujuan sebenarnya dari prinsip yang kita buat?
>> bukan orang lain tapi diri kita sendiri, karena prinsip yang kita buat pasti memiliki tujuan untuk diri kita sendiri, mungkin prinsip sama dengan orang lain tetapi tujuan dan caranya pasti berbeda, so untuk apa kita terpengaruh dengan orang lain?
  1. Apakah orang lain yang mesti menentukan prinsip kita?
>> tentu saja bukan orang lain tapi diri kita sendiri, jika kita menjalani prinsip yang orang lain buat berarti kita menjalani kehidupan orang lain bukan kehidupan kita sendiri.
  1. Apakah orang lain yang merencanakan jalan kehidupan kita?
>> bukan orang lain donk, tentu saja yang merencanakan kehidupan kita adalah Allah SWT dan diri kita sendiri, hanya diri kita sendiri yang berhak menjalani dan mengatur atas kehidupan yang telah Allah anugerahkan kepada kita.
  1. Apakah orang lain yang bisa menentukan apakah kita bahagia?
>> dari mana orang lain bisa menentukan perasaan kita apakah kita bahagia, sedih, senang, dll. Diri kita sendiri yang memiliki perasaan itu dan diri kita sendiri yang mampu menentukan apakah kita bahagia dan bagaimana cara kita bahagia.
  1. Apakah orang lain yang mengukur kemampuan kita?
>> apakah orang lain yang bisa tahu kemampuan kita, kita harus bagaimana dan kita tidak mampu dibidang apa, darimana mana mereka bisa tahu?? Semua itu tentu hanya diri kita sendiri yang tahu apa kemampuan sebenarnya yang dapat kita asah dengan lebih mengenali diri sendiri bukan mengenali diri orang lain.
Nah dari lima pertanyaan tersebut dapat kita simpulkan jika yang tahu apa yang mesti kita lakukan, yang harus kita jalani, cara kita menikmati hidup adalah diri kita sendiri dengan prinsip hidup hanya yang mesti kita pertanggungjawabkan sendiri bukan orang lain. Jika kita telah memiliki prinsip maka hargai prinsip tersebut dan jalankan. Jangan hanya karena perbedaan prinsip dengan orang lain membuat benteng keyakinan terhadap prinsip kita goyah.
Prinsip yang tidak sama dengan orang orang lain bukan berarti kita berbeda dalam segala hal, dan bukan berarti kita tidak modern. Untuk apa kita ikut-ikutan orang lain jika hal itu bertolak belakang dengan kepribadian kita dan jelas-jelas hati kita tidak mau menerimanya.
Apakah kita bisa bahagia dengan cara dan prinsip orang lain?? Sebahagianya prinsip orang lain, tentu saja lebih bahagia dengan prinsip sendiri karena prinsip yang kita buat adalah tujuan hidup kita, jadi jika kita malah ikut-ikutan prinsip orang lain berarti kita memenuhi tujuan orang lain bukan tujuan kita sendiri.
Kutipan dari seorang sahabat “orang lain tidak mengerti kadang-kadang hal yang sangat sepele menjadi prinsip, tapi kebahagian kita bukan didapat dengan cara lain tapi dengan cara kita sendiri, kita yang tahu apa yang yang kita inginkan”. Jadi, sepele apapun prinsip yang kita buat, maka hargailah prinsip itu, jalani prinsip yang sepele itu jika itu yang membuat kita bahagia dan hidup lebih bermakna dan memiliki tujuan. Tidak semua hal mesti harus sama dengan orang lain, apalagi mengenai prinsip. Prinsip adalah tujuan hidup, caramu ya caramu dan cara saya adalah cara saya. Just be your self cause with it so that means we appreciate the life that GOD has bestowed. 



                                                                                                                              Nazruel d'Cokrow

BUNDA

Kau Lahirkan aku Di Dunia Ini..
Tanpa Takut Akan Kematian..
Tanpa Pamrih Sedikitpun peliharaku,, Didunia ini..
Engkau Tak Pernah Meminta Balasan..

Maafkan Diriku,, yang Selalu Memandang Emosi..
Bunda Maafkan Diriku Terlalu Hina..

Bunda ku Tak Hidup,, Tanpamu Disisiku..
Tanpa Kehadiranmu..
Hikmah Kudapat Dari Pengorbananmu..
Lontaran Katamu Sangat Bermakna..

dengarkan ini bunda,, Maafkan Diriku Yg Selalu Memandang Emosi..
Bunda Maafkan Diriku Terlalu Hina..

kaki di kepala,, kepala di kaki..
demi seorang yang harap berguna...

dengarkan ini bunda,, Maafkan Diriku yang Selalu Memandang Emosi..
Bunda Maafkan Diriku Terlalu Hina..

Tuhan,, maafkan dia..
Tuhan,, sayangi dia..
Tuhan,, ampuni aku..
Tuhan,, ampuni dari dosaku..

Untukmu Ibu

Di kala resah ini kian mendesah dan menggalaukan jiwaku
Kau ada di sana …
Di saat aku terluka
hingga akhirnya…tercabik-cabiklah keteguhan hatiku
Kau masih ada di sana…

Ketika aku lelah dan semangatku patah untuk meneruskan perjuangan,
terhenti oleh kerikil –kerikil yang kurasa terlampau tajam
hingga akhirnya aku pun memilih jeda!!!
Kau tetap ada di sana…
memberiku isyarat untuk tetap bertahan

Ibu…kau basuh kesedihanku, kehampaanku dan ketidakberdayaanku
“Tiada lain kita hanya insan Sang Kuasa,
Memiliki tugas di bumi tuk menegakkan kalimatNya
Kita adalah jasad, jiwa, dan ruh yang terpadu
Untuk memberi arti bagi diri dan yang lain”
Kata-katamu laksana embun di padang gersang nuraniku
memberiku setitik cahaya dalam kekalutan berfikirku
Kau labuhkan hatimu untukku, dengan tulus tak berpamrih

Kusandarkan diriku di bahumu
Terasa…kelembutanmu menembus dinding-dinding kalbuku
Menghancurleburkan segala keangkuhan diri
Meluluhkan semua kelelahan dan beban dunia
Dan membiarkannya tenang terhanyut bersama kedalaman hatimu

Kutatap perlahan…
matamu yang membiaskan ketegaran dan perlindungan
Kristal-kristal lembut yang sedang bermain di bola matamu,
jatuh…setetes demi setetes
Kau biarkan ia menari di atas kain kerudungmu
Laksana oase di terik panasnya gurun sahara

Ibu…
Nasihatmu memberi kekuatan untukku
rangkulanmu menjadi penyangga kerapuhanku
untuk ,menapaki hari-hari penuh liku
…semoga semua itu tak akan pernah layu!

Ibu…
Dalam kelembutan cintamu, kulihat kekuatan
dalam tangis air matamu, kulihat semangat menggelora
dalam dirimu, terkumpul seluruh daya dunia!

Kini saat kau sedang dirundung masalah besar.
Anakmu ini tak bisa berbuat apa-apa
yang bisa kupersembahkan hanya sebuah doa
Agar engkau bebas dari masalah itu dan hidup bahagia

Aku sayang padamu Ibu.
jikalau hal itu terjadi padamu.
Biarkanlah aku pulang mengantikanmu.
didalam kurungan besi diantara bangsatnya Polisi

Nazruel D'Cokrow
Medan, 11 Mei 2011 - 01:22 WIB

Dari Primordialisme Menuju Nasionalisme Sejati

Dibalik rimbunnya pohon – pohon, bayang bayang manusia nampak sujud diatas tanah, setelah itu perlahan bergerak menapaki hutan rimba. Dengan suara diam, mereka mengawasi manusia manusia rakus yang mengendarai mobil mewah, dan peralatan tempur. granat  ditangan mereka dijadikan senjata, bambu runcing, badik disediakan ditangan. Perlahan dengan teriakan Allahu Akbar bom dilemparkan dengan semangat perjuangan. Bambu runcing dijadikan saksi perlawanan pertaruhan nilai kemanusiaan dengan pengorbanan antara jiwa dan raga. Semangat itu membumi didalam premordialisme setelah itu nasionalisme  mengisi sanubari rakyat yang melahirkan bangsa indonesia..
Premordialisme mungkin dianggap sebagai musuh dari nasionalisme. Namun kita akan mencoba melihat dari sebuah analisa yang berbeda, kita ingin mengambil sebuah pelajaran dari sejarah kedaerahan dan kebangsaan kita. Premordialisme identik dengan upaya mempertahankan tardisi- tradisi yang ada disetiap kelompok tertentu. Banyak yang menganggap bahwa premordialisme adalah sesuatu yang mesti ditinggalkan, mungkin kita akan bertanya apakah premordialisme adalah sesuatu yang keliru, lalu apakah nasionalisme yang kita pahami hari ini adalah nasionalisme sesuatu yang keliru juga? Pertanyaan ini akan membuka khsanah pemikiran kita untuk menyelami makna premordialisme dan nasioanalisme itu sebagai kekuatan yang ada pada setiap manusia indonesia. Dalam  Al- Qur’an dijelaskan bagaimana sejarah - sejarah menjadi sebuah pelajaran, premordialisme telah ada di jiwa jiwa manusia lokal dinusantara sebelum bangsa ini merdeka dan itu termasuk sejarah yang didalamnya terdapat makna makna yang  hanya dengan pikiran yang jernih akan mengantarkan kita untuk menemukan ilmu yang tersirat.
Sesungguhnya  pada kisah – kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang orang yang mempunyai akal ( Surah Yusuf ayat 111)
Ayat diatas memberikan sebuah pelajaran akan  adanya sebuah ilmu yang akan kita dapatkan dari setiap sejarah pada masa lalu. Akan lebih baik jika kita menengok sejarah perjuangan di nusantara. Sejarah perjuangan kebangsaan bukanlah dimulai dari semangat nasionalisme, tetapi kalo kita ingin lihat secara jernih maka kita semua akan menyatakan bahwa perjuangan itu diawali oleh semangat premordialisme di wilayah wilayah kerajaan yang saat sekarang ini telah tergabung dalam negara Indonesia.
Pada zaman kerajaan – kerajaan itu belum ada satupun yang mengatakan sumpah setia untuk mengaku sebagai bangsa indonesia. Setiap daerah memiliki culture yang berbeda beda, disinilah kita akan mencoba memaknai semangat premordialisme itu. Jika premordialisme adalah sebuah perjuangan yang masih bersifat kedaerahan, maka yang kita lakukan adalah pengkajian kembali akan spirit perjaungan itu, yang didalamnya memuat tradisi tradisi kebudayaan yang menjadi identitas kedaerahan.
Kita tidak ingin mengatakan untuk kembali kezaman itu tetapi kita ingin agar warisan budaya (culture) itu diharapkan mampu berdialektika dengan budaya sekarang sebagai pemikiran pemikiran manusia manusia baru yang menghasilkan manusia indonesia yang masih mengingat tradisi taradisi masa lalu yang memuat beragam nilai.
Melihat fenomena kesejarahan rakyat indonesia pra kemerdekaan, menjadikan kita teringat akan patriotisme pemuda pemuda bangsa yang sangat heroik. Kebangkitan sejarah perlawanan membuka ruang dialektiaka kesejarahan kita yang membangun relasi relasi perlawanan antara penindasan dan pemberontakan. Dimana ada ketidak adilan maka disitu akan ada suara suara lirih yang bergumam untuk bangkit merebut kebebasan manusia. Negara sebagai pemersatu keberagaman budaya, bahasa yang disatukan dalam kerangka kebihinekaan dalam satu jiwa itulah indonesia.
Semboyan itu melahirkan semangat nasionalisme. Nasionalisme lahir dari kekuatan premordialsme yang kuat yaitu identitas identitas budaya, kesukuan dilebur dalam satu spirit jiwa nasionalisme, Pancasila bukan mau meleburkan semua identitas lokal, menghilangkan tradisi - tardisi tetapi Pancasila mau merangkulnya dalam satu wadah tampa meleburkannya yang disatukan adalah jiwanya yaitu jiwa yang terkandung dalam sila sila pancasila yang dibingkai spirit nasionalisme. Premordialisme mampu menjadi kekuatan untuk merekonstruksi kambali khasanah kebudayaan, kebijakan lokal yang disebut sebagai kearifan lokal.
Dari premordialisme menjadi semangat nasionalisme,itulah sebuah kalimat yang merefresntasikan adanya budaya dalam semangat nasionalisme.  Lantas apakah nasionalisme hari ini adalah nasionalisme yang sama dengan sejarah perjuangan kebangsaan kita merebut kemerdekaan.
Nasionalisme dahulu adalah nasionalisme yang dibangun dari sebuah kesadaran luhur akan nilai kemanusiaan, perlawanan terhadap penjajahan ekonomi. Perjuangan yang lahir dari mereka yang meneteskan air mata demi daerahnya, meskipun singgasana kerajaan harus ditinggalkan lalu duduk di bawah tanah, meninggalkan tempat tidur  yang bagus lalu tidur diatas tanah, meninggalkan jabatan jabatan pemerintah demi melakukan perjuangan atas dasar penderitaan rakyat, kita akan melihat bagaimana Andi Djemma di Kedatuan Luwu berjuang, Sultan Hasanuddin Di Makassar, Teuku Umar , Moh. Hatta, Soekarno dan lain lain.
Rasa akan nilai kemanusiaan yang ada pada manusia manusia di belahan nusantara menyatukan semangat pengikraran untuk melawan penindasan berupa kolonialisme lalu mewujud dalam semangat nasionalisme. Jika kita hubungkan dengan nasionalisme sekarang,  Lalu adakah yang salah dengan nasionalisme kita. Kita lihat saja kasus Sipadan dan Ligitan, kasus Ambalat bagaimana semangat nasionalisme itu benar benar melahirkan penentangan terhadap negara negara yang mencoba mengabil tanah air yang kita miliki. Kita bisa lihat bagaimana spirit nasionalisme itu menggema di stadion lapangan sepak bola.
Lihat saja bagaimana antusiasme masyarakat dalam mendukung tim sepak bola Indonesia, lautan manusia memadati stadion, bendera merah putih dipasang bahkan sampai ukuran yang terbesar. Kita lihat juga semangat premordialisme tetap ada bagaimana setiap klub sepak bola memiliki tim pendukung masing masing yang tak jarang melahirkan kericuhan.
Ada pergeseran nilai nasionalisme, jika dahulunya sarat dengan perjuangan nilai kemanusiaan, penuntutan atas hak- hak bukan lagi hak tapi kewajiban pada masa itu, kini nasionalisme hanyalah semangat mempertahankan keutuhan negara, nasionalisme berubah dari semagat perjuangan kemanusiaan membela tanah tumpa darah yang sarat dengan nilai  menjadi dukungan atas nama negara tampa nilai yang berujung pada ekploitasi tanah tumpah darah oleh penguasa. Tradisi – tradisi dihilangkan oleh budaya dari luar.
Negara yang dihuni oleh pemerintah tidak mampu membangun kearifan lokal sebagi kekuatan,  seperti yang dikatakan oleh bung Karno bahwa masa pasca kemerdekaan adalah masa yang sangat sulit dalam berjuang karena yang dilawan adalah neokolonialisme. Penjajahan sekarang terjadi dari sektor struktural pemerintahan, dan dari sektor culture.
Pemerintah lewat negara melakukan liberalisasi disegala hal, kekayaan negara dikelola demi kpentingan segelintir manusia, sehingga tanah kita subur akan tetapi rakyatnya miskin.  Menjadikan premordialisme sebagai kekuatan lokal untuk melawan raja- raja kecil yang feodal, disamping dengan spirit itu (premordialisme) membangun karakter karakter manusia indonesia yang khas memiliki identitas kedaerahan agar penjajahan lewat culture bisa difilter lewat gerakan penyadaran budaya lokal.
Memiliki tradisi- tardisi yang khas yang nantinya mampu membangun culture dialektika sehingga budaya yang kita miliki bukanlah budaya asing.. Sementara itu nilai nilai kebihinekaan itu disatukan lewat spirit jiwa nasionalisme kebangsaan yang memuat nilai- nilai sila pancasila.
Premordialisme seharusnya dijadikan kekuatan untuk membangun budaya lokal yang sarat makna, sehingga budaya kita mampu berdialektika dengan arus budaya luar, sehingga bukan menerima saja tetapi menfilterisasi. Nasionalisme sejati lahir dari semangat kemanusiaan, persatuan untuk menghilangkan penjajahan terhadap rakyat.

Lawan !!!

Kali ini ingin kutuliskan sebuah sajak perlawanan dengan secangkir kopi pahit yang kau sediakan di meja makan, meskipun roda musim tak memuat lagi angin rindu atau kicau burung di tengah kota itu Tapi langit dan lautan masih tetap akan menyerap kata-kata

Di mana sebuah jembatan, pohon-pohon dan pebukitan akan menerjemahkan segalanya, biarkan saja kita di sini meniti satu per satu malam dengan kegelisahannya yang panjang walau nafas-nafas di sudut kota mulai berbau bara, walau harga luka melayang-layang di atas telunjuk dunia, biarkan saja sebab hujan akan menjabarkan sajak-sajakmu sebagai kekuatan di luar badai dan perlawanan di dalam penjara angin yang bergaris pada bilik nurani kita sendiri
Mulailah kawan lawanlah pelan-pelan! pastikan langkah untuk satu tujuan dan impian yang pernah dan tetap bergaung bersama dihitamnya sang aspal dan teriknya mentari yang masih membakar kulit kita. Revolusi tidak boleh berhenti kawan....

Suramnya Sang Mentari Pagi

mentari pagi datang yang disambut dengan kicau burung dan ayam jantan yang masih berkokok, segelas kopi hitam dan sebungkus rokok jarum super masih setia menemani. Angin pagi yang berhembus perlahan membuat semangatku untuk secepatnya meminum segelas kopi yang sudah mulai hangat, nikmatnya kopi ini dan indahnya pagi ini terlintas secepatkan sebuah tanya di otak kepalaku, sama indahnya jugakah hidupku dan kawan – kawanku ? sayangnya hidup kadang tak pernah seindah mentari pagi dan senikmat kopi hitam.
Seorang kawan guru dengan kemeja putih datang menghampiriku sambil berucap salam selamat pagi indonesia. Kawanku tidak pernah menganggap dirinya seorang guru, ia selalu bangga dengan sebutan penanam benih kader bangsa. Tidak salah dan tidak berlebihan perkataan itu, seorang guru memang sebagai pendidik dan pembentuk kadeer bangsa yang revolusioner. Seringkali sang kawan tidak pernah memikirkan nasib sang cacing dalam perutnya yang sudah mulai demonstrasi bahkan hampir sudah tak terhitung sang kawan harus terlibat konflik dengan sistem yang dianggapnya kapitalistik. Baginya, cukuplah kekalahan itu dirasakan sendiri tapi kader bangsanya tak boleh lagi harus merasakan kekalahan yang kedua kalinya.
Ilmu sang kawan diberikan lengkap dengan perpaduan ilmu eksakta dan sosial yang dibumbui dengan provokasi sosial. Sang kawan hanya punya satu keinginan agar kader bangsa dapat meneruskan tongkat estafetnya karena ketika sang kawan diwarnai oleh alam dan menyatu kembali dengan alam, ia akan tetap tersenyum dengan kemeja merahnya yang di dada kirinya tergambar bintang dengan simbol huruf A

Fasisme dalam Kultur Agama


 

Tulisan ini merupakan tantangan terbuka bagi mereka-mereka yang memberangus setiap kepercayaan dan sweeping plus pengrusakan keyakinan yang dicap kafir oleh front-front maupun divisi-divisi yang berlindung dibalik topeng moral agama!
Aku bersumpah untuk setiap tempat ibadah yang kalian hancurkan dengan mudah, untuk setiap kitab yang kalian anggap layak dijadikan tempat meludah. Atas nama kebanggaan terhadap kepercayaan individu sehingga kebebasan orang lain harus rata dengan tanah. Untuk setiap dakwah yang kalian lempar sebagai invitasi untuk menjelajah kemungkinan bahwa setiap pemikiran diluar kepala kalian pantas untuk musnah!
Sudah seharusnya setiap individu bebas mutlak menentukan agama apa yang dianutnya. Diskriminasi diantara para warga sehubungan dengan keyakinan agamanya sama sekali tidak dapat ditolerir, bahkan untuk sekedar penyebutan agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi. Negara pun seharusnya juga tidak diperbolehkan didirikan untuk masyarakat religius tertentu. Hal-hal ini secara absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, asosiasi independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat mengakhiri masa lalu yang memalukan dan keparat.
Fenomena pemberangusan kebebasan berkeyakinan menjadi trend busuk dikalangan divisi atau front-front yang mengatasnamakan suatu kultur religius tertentu. Sehingga fenomena tersebut lebih pantas untuk disebut dengan fasisme berkedok agama. Aku berargumen bahwa fasisme tak ada hubungannya dengan religius atau tidaknya sebuah masyarakat dan saya pikir setiap orang pun dapat membedakan antara agama dan fasisme terutama bagi mereka yang selalu membuka ruang bagi perdebatan dan argumentasi. Kecuali memang jika kita dikelilingi oleh para fasis atau dalam kata lain masyarakat kita hari ini adalah wujud lain dari gabungan pasukan Neo-Nazi. Itu sudah beda masalah. Mereka-mereka yang mengatasnamakan suatu penganut religius tertentu dengan terang-terangan melakukan penganiayan, pemukulan bahkan penyerangan dan pengrusakan tempat-tempat ibadah dibeberapa kota.
Namun bagaimanapun juga kita juga tidak boleh atau tidak patut untuk jatuh dalam kesalahan menempatan persoalan agama ke dalam sebuah abstrak, kebiasaan yang idealistik sebagai sebuah masalah intelektual yang tak berhubungan dengan perjuangan agama itu sendiri seperti yang tidak jarang dilakukan oleh kaum-kaum yang terorganisir dalam front-front yang ada diantara masyarakat kita.

Apakah Kalian Baik-Baik Saja Didasar Sana, Kawan?

Adakah kehendak untuk binasakan raga ta'bernyawa?
Membumikan kegetiran bersama angin senja.
Kala kicau burung begitu terdengar pelik.
Gaduh sekali!

Bumi yang dipijak nampak kian bergetar.
Biar hancurkan saja bersama ego kita.
Agar musnah semua derita.
Berganti pertarungan ego manusia.
Menentukan kuasa milik siapa.

Tanyalah pada bayang yang kau cipta,
Berdiskusilah dengan diskursus yang kau angkat.
Lalu hujamkan keTanah Penuh Duka.
Bergemuruh!!

Aku melihat kemuakan pada mata manusia
Atas segala reduksi yang nampak ilusi.

Aku juga melihat semangat kalian, kawan.
Semangat untuk "PERUBAHAN"
Meski entah untuk apa!
Karena nampak bagiku hanylah ego mu untuk kuasa.

Aku juga melihat raut resah menjemput hari esok
Hingga kalian sibuk merekonstruksi puing-puing yang berserak.
Larut dalam rutinitas mengejar asa.
Menyelam jauh kedasar
dan Tenggelam!
Sialnya, kalian tenggelam di Lautan keindahan.
Bahkan ketika aku ingin berteriak ingin menyelamatkan, Kalian acuh.
Akulah yang dipaksa ikut menyelam.

.....Aku rindu untuk bertanya keindahan didasar sana.
Keindahan yang kalian rasakan.

"Apakah kalian baik-baik saja didasar sana,kawan?"

Aturan: Pengatasnamaan atas Penindasan







“Ini bukan peraturan. Kami dipaksa setuju dengan peraturan yang tidak kami sepakati. Hak kami sebagai manusia dimainkan oleh intelektual-intelektual busuk bertopeng politik. Kekuasaan mereka secara absolut menentukan pikiran dan suara hati kami untuk harus sama seperti mereka. Lihat kami yang sengasara di bawah kaki otoritas mereka. Hanya jadi boneka. Ditiupkan janji-janji manis ketika pemilu tiba. Dijadikan alasan ketika mengambil apa yang mereka sebut kebijakan padahal menurut kami itu kesewenang-wenangan. Dilupakan ketika mereka duduk di kursi empuk istana-istana. Kami tertindas. Dan kami akan melawan. Berontak. Membuat aturan kami sendiri yaitu TANPA ATURAN.”

Realitas yang nyata jika kehidupan kami, petani, nelayan atau rakyat miskin lain masih hidup di bawah garis kesejahteraan yang seharusnya mereka bisa dapatkan. Kenapa? Karena kami semua hanya jadi alat kampanye politisi-politisi busuk. Kami semua akan tetap dimiskinkan agar masih ada kesempatan bagi mereka untuk mengeruk keuntungan dari kemiskinan. Aturan-aturan yang mereka buat tidak lain adalah cerminan keberpihakan mereka pada kapitalisme dan korporasi yang menyedot bumi kami dan kami sendiri! Tidak ada yang pro dengan kami, petani, nelayan ataupun rakyat miskin lainnya. Hanya kamuflase. Tapi klaim mereka benar-benar telah membodohi masyarakat. Mereka meyebut itu peraturan itu adalah suara kami, orang-orang tertindas padahal itu adalah suara perut mereka yang lapar akan harta dan kekuasaan. Kami telah dijual kepada kekuasaan yang semu oleh mereka yang dahaga akan kekuasaan itu sendiri. Mengorbankan kami yang sama-sama manusia. Apakah mereka masih dapat di sebut manusia?

Demokrasi yang begitu mereka agung-agungkan pada kenyataannya tidak pernah berasal dari rakyat dan kembali kepada rakyat. Itu semuanya isu yang diangkat untuk mecari pembenaran atas yang mereka lakukan. Peraturan yang berwujud undang-undang, mereka sebut itu adalah keinginan rakyat. Keinginan rakyat yang mereka wakili atau yang mereka tipu. Rakyat yang mana? Hanya kaum borjuis yang memiliki kepentingan dengan itu dan meski menyengsarakan kami tetap diabaikan. Karena demokrasi perwakilan hanyalah kebohongan besar dan penipuan sosial. Cuma topeng untuk memperkaya diri. Demokrasi yang katanya menuruti suara terbanyak hanyalah sampah belaka. Meski kami menjadi mayoritas tapi kami tak pernah dianggap memiliki hak yang sama dengan kaum borjuis. Sebagian dari kami tetap dibodohkan oleh sekolah-sekolah kapitalis, penjiplakan dan doktrinisasi dan ada pula yang tidak diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan yang layak agar mereka bisa membeli sebagian dari kami tersebut sewaktu-waktu mereka butuh. Dan untuk bertahan hidup sebagian dari kami itu terpaksa terbeli. Sungguh kejam mempersamakan manusia dengan barang yang bisa diperjualbelikan.

Klaim-klaim dari lembaga-lembaga survey bayaran mereka jadikan data bahwa kami sudah terangkat kesejahteraannya. Angka-angka di atas kertas yang bisa dikarang oleh siapapun terus dipertontonkan seolah-olah ingin membuktikan bahwa kebijakan mereka berhasil. Angka-angka palsu itu dinamakan kesejahteraan kaum kami ini. Merendahkan martabat kami sebagai manusia yang memiliki harga diri. Hasil survey-survey tersebut seakan meminta tidak perlu ada demonstrasi menentang mereka karena mereka telah sukses. Faktanya, masih banyak saudara kami yang makan hanya mengais sampah sedang mereka makan dari hidangan koki istana. Masih banyak saudara kami yang sakit-sakitan tak kunjung sembuh sedang mereka jika sakit langsung ke negara tetangga untuk berobat. Masih banyak pula saudara kami yang hidup di bawah kolong-kolong jembatan sedang mereka tidur nyenyak di atas ranjang vila-vila mewah mereka. Mereka tak bosan menipu, membodohi dan menyengsarakan kami.

Muak dan bosan pengatasnamaan diri kami yang terpinggirkan oleh mereka yang berperut buncit yang tak bosan menyedot darah dan keringat kami. Kami dipaksa membayar pajak yang katanya demi kepentingan kami dan kami setujui padahal tidak sama sekali. Faktanya hanya mereka kaum borjuis dan kalangan pemerintah yang dengan enaknya menikmati potongan jerih payah kami. Banyak penyelewengan yang akhirnya kian memperburuk keadaan kami yang telah begitu sengsara sebelumnya. Semuanya tidak pernah kembali kepada kami.

Semua hal nista ini tersebut terus berlanjut dari masa ke masa. Dari jaman ke jaman. Dari rezim ke rezim. Orientasi mereka hanya satu, kekuasaan. Bagi mereka, kami adalah alat kamuflase mereka untuk memperoleh kekuasaan. Kekuasaan untuk mengatur dan memerintah kami dengan klaim hak memerintah dari kami yang tidak pernah kami berikan. Karena kami merdeka sejak lahir dan tak pernah mau diperintah. Lantas masuk akalkah jika kami yang tidak mau diperintah memberikan hak kepada mereka untuk memerintah kami? Semua itu dusta.

Kami hanya ingin hidup. Tentram. Bisa makan dari jerih payah kami tanpa menyakiti orang lain. Tanpa politisasi atau ditunggangi kepentingan-kepentingan busuk mereka. Tanpa perintah mereka. Tanpa aturan palsu yang mengklaim kami menyetujuinya. Kami ingin bersama-sama memutuskan sesuatu dan membangun surga kami di dunia ini tanpa aturan mereka. Bercocok tanam dan berternak untuk memenuhi makan kami sendiri. Tak perlu diatur karena kami merdeka bukan domba yang harus disuruh-suruh.

Dan kami akan berontak sekarang. Melepaskan kekang-kekang kendali mereka yang selama ini membelenggu kami. Membangun surga indah kami dalam kedamaian sama rasa, sama rata tanpa ada saling intervensi satu sama lainnya. Tidak ada mereka yang leluasa menjual diri kami pada kapitalis busuk. Tidak ada mereka yang mengklaim membuat peraturan yang berasal dari kami. Tidak ada mereka yang memerintah dan menunggangi kami demi kepentingan mereka. Hanya ada satu dunia yang anarki dan anti hirarki.

Sebuah Idealisme muda

Dan dia bilang dia telah cukup banyak mengajariku tentang idealisme

Tentang kekuatan sebuah karakter untuk bertahan dalam situasi paling pelik sekalipun
Kupikir…

Mendengar dia bicara di masa lalu itu

Tentang arti sebuah bangsa dan koar-koar makna kebangsaan

Sudah cukup membekaliku menghadapi rimba kehidupan di masa depan
Masih kuingat…

Teriak-teriak lantangmu di hadapan masa yang membanjir peluh di bawah terik matahari

Menyuarakan tentang semangat untuk merubah bangsa ini

Yang kecintaanya kala itu dipersembahkan dalam makna sebuah orasi

Kukira…

Itu cukup untuk mengeraskan niatku menjadi karang agar tak terhempas oleh roda birokrasi
Oleh abrasi budaya tak pantas bangsaku



Itu mimpi saudaraku

Kuberitahu hari ini! Itu tak ada arti temanku!

Tak ada harga sebuah idealisme di sini

Di sini kita akan hidup untuk bertahan mengais sebuah kesempatan demi sekedar menggelar apa yang disebut setitik aktualisasi keilmuan

Di sini pembelajaran kita akan menjerit karena ia kini diabaikan…
Disisihkan… Dilupakan… Dan ia menangis…



Idealisme itu kawanku… Runtuh! Gugur di hari pertama kita duduk di kursi ini!

Di pojok ruangan itu, air mata kita akan meleleh, karena kamu dan aku tak minta banyak pada republik ini

Hanyalah agar kita jadi makhluk berguna bagi tanah kita dilahirkan

Rupiah bukan urusan utama bagi kita, meski kita tak bilang kita tak butuh
Tapi kita mau berguna bagi negeri ini dan melihat ke belakang 30 tahun kemudian, negeri ini menjadi lebih layak untuk ditinggali, menjadi lebih pantas untuk dibanggakan, menjadi lebih utama untuk diperhitungkan…



Bukankah masih segar segala pikuk itu di tahun - tahun lalu

Jiwa-jiwa yang menggelora dan bertekad sekeras baja

Tapi…

Hari ini temanku, kamu… dan aku…. telah menjadi bagian dari sebuah institusi

Tempat di mana integritas dan profesionalisme kita abdikan dalam pertukaran yang disebut gaji bulanan
Atau sebuah status… atau sebuah gengsi… atau sebuah kebanggaan…



Mungkin sebagian dari kita cukup beruntung untuk hidup dan mengabdi yang juga mampu memuaskan rasa idealisme dan kepuasan pribadi dan tidak menjual kepala.

Namun untukku teman, itu sebuah kemewahan yang harus diperjuangkan dengan sangat keras, perjuangan yang seringkali, membuatku merasa lemah dan tidak mampu untuk menang, bahkan menyangkal bahwa ini tanah perjuanganku… Penyangkalan temanku! Hingga sebuah penyangkalan akhirnya tersirat dalam pikiran dan nuraniku saking aku merasa tak berdaya di sini…

Kawanku dalam kebodohanku

Kawan,

aku rindu kebenaran

setelah sekian lama berdiri.

tubuh ini mulai gontai

kawan,

dimanakah kau bersembunyi?

kita tidak pantas hanya berdiam ,

menanti ajal di persembunyian

Tunjukan dirimu kawanku......

aku sudah tidak sanggup lagi menahan kesepian ini.

Bukan sepi akan kehadiran manusia,

tapi sepi akan pemikiran-pemikiranmu kawanku....

sepi akan kebodohanmu.....

Kawan,

akankah kau membiarkanku MATI dalam ketidakberdayaan?

TERHANYUT DALAM HIPOKRITNYA KEHIDUPAN......



kawan,

Pertemukanlah aku denganmu

jangan biarkan aku sendiri

selalu kesepian......

agar aku ta merasa bodoh didepan orang-orang pintar,

orang-orang pintar yang tidak pernah hidup!!!