• MALANG KUçEçWARA‬ • MALANG NOMINOR SURSUM MOVEOR • MALANG BELONGS TO ME •

23 April 2010

AREMA Indonesia dan AREMANIA Tahun Ini










Diawali dengan lahirnya Arema, sebuah klub yang didirikan medio tahun 80-an oleh Acub Zainal yang semakin menjadi pusat perhatian setelah mengharumkan nama kota  Malang  dengan merengkuh gelar Juara Galatama tahun 1987. Dan akhirnya para pendukung Arema mengkristalisasikan dirinya menjadi Aremania, suatu paguyuban pendukung fanatik dan supporter setia. Kelahiran Aremania pun niscaya merupakan suatu proses panjang yang memiliki pencetus yang khas. Kejenuhan terhadap kultur kekerasan ditengah mereka ditambah keinginan menyalurkan kepuasan mendukung Arema secara lebih baik akhirnya berhasil menyatukan para pendukung Arema menjadi satu wadah yaitu Aremania. Perlahan tapi pasti energi berlebih yang mereka miliki mulai tersalur ke satu tujuan yaitu demi kejayaan Arema dan kemajuan Aremania.

Tak terhitung lagi berbagai macam kreativitas yang tercipta karenanya. Kota Malang yang sebelumnya sudah terkenal sebagai gudang musisi Rock, ikut menyumbangkan lagu-lagu yang ikut memanaskan suasana didalam Stadion saat pertandingan. Atraksi-atraksi berupa gerakan yang beragampun tanpa tahu siapa penciptanya tergelar dengan indah di setiap Arema berlaga. Ya, Aremania sudah menjelma menjadi sosok kunci bagi Arema, Aremania adalah perwujudan pemain ke 12, pemain yang secara wadag tidak ikut bermain di tengah lapangan, tetapi sejatinya mempunyai andil yang sama besar dengan para pemain lainnya.


Supporter sepakbola memang seakan partner sejati klub yang dibelanya, seakan dua sisi koin yang saling melengkapi. Tanpa kehadiran Aremania, irama permainan Arema pun sekan tanpa darah, laksana seorang pemuda yang berlaga tanpa disaksikan kekasih pujaan hatinya. Tetapi begitu nyanyian dan gerak ritmis Aremania membahana, Arema pun merangsek dan memaksakan kemenangan atas lawan-lawannya. Aremania pun menebarkan magisnya ke seluruh penjuru kota Malang. Berbagai spanduk, gambar-gambar, bendera dan berbagai macam benda yang berbau Arema-Aremania seakan sebuah virus yang menjangkiti kota. Semakin lama semakin meruah menjadikan satu identitas baru bagi kota Malang. Kota Malang semakin identik dengan Arema-Aremania.

Identitas Aremaniapun semakin kental terasa ditambah penggunaan bahasa walikan di antara mereka. Suatu bahasa yang tidak mempunyai struktur klasifikasi tertentu. Bahasa yang bisa digunakan oleh semua tua, muda bahkan anak-anak. Dengan berbekal semua itu Aremania semakin mantap mendukung Arema. Berbagai inovasi yang sifatnya sosio-kultural mereka ciptakan, supporter sepakbola yang anarkis mereka ganti menjadi supporter sepakbola yang loyal, atraktif, dan jauh dari kesan fanatisme buta. Mereka mencoba menciptakan suatu atmosfer yang semakin lama semakin kondusif, paling tidak di antara mereka terlebih dahulu. Paling tidak di stadion mereka dahulu, sehingga proses menonton sepakbola bagi mereka, niscaya menjadi proses ritual yang mempunyai tahapan-tahapan yang berlaku secara tidak tertulis tapi disepakati. Menonton Arema bertanding tidak afdol apabila tidak ikut menggunakan jersey, kaos atau atribut-atribut lainnya yang berbau Arema-Aremania. Begitu pula menonton tanpa melakukan gerakan-gerakan yang dipimpin dua dirigen legendaris Aremania, seakan kurang seru. Maka terciptalah suatu panggung pertunjukan yang spektakuler, suatu panggung interaktif yang melibatkan semua komponen didalamnya, Arema dan Aremania.

Tak jarang Aremania menjadi kritisi bagi ketidak adilan yang berlaku terhadap Arema, bahkan terhadap persepakbolaan negeri ini secara keseluruhan. Untuk itupun beberapa kali Aremania berbenturan dengan institusi-institusi sepakbola. Bukan tidak disadari bahwa ada konskwensi tertentu yang harus diterima untuk menjadi kritis di negeri ini, dan Aremania membuktikan siap menanggungnya.


Sampai pada gilirannya segala atraksi kreatif dan terobosan-terobosan Aremania terhadap seni dukungan supporter terhadap Arema diganjar gelar Supporter Terbaik di Indonesia. Dipelopori Aremania, mulailah bermunculan kelompok-kelompok supporter baru yang berusaha mengikuti jejak Aremania. Mendukung tanpa kekerasan tapi bersenjatakan kreativitas. Tapi seiring semakin besarnya Aremania, semakin besar pula masalah yang dihadapi. Mulai dari masalah finansial yang dialami Arema sehingga harus mengarungi beratnya kompetisi dengan kembang kempis. Tercatat harga tiket di Gajayana Malang adalah yang tertinggi, ini seakan menjadi pembuktian bahwa Aremania ingin mendukung Arema sekuatnya. Dengan di degradasinya Arema ke Divisi I tahun 2003 ditambah eksodusnya beberapa pemain, pelatih bahkan manager ke klub tetangga, semakin menambah berat beban Aremania untuk membuktikan kecintaannya.
Aremania tak bergeming, tetap setia mendukung dimanapun Arema bertanding dan ini dibayar lunas dengan kembalinya Arema ke Divisi Utama ditambah Arema menjadi juara perdana Piala Copa Indonesia.


Perubahan nama AREMA MALANG menjadi AREMA INDONESIA


Arema Indonesia (dulu: Arema Malang) adalah sebuah klub sepak bola yang bermarkas di kota Malang, Jawa Timur, Indonesia. Arema didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987, Arema mempunyai julukan "Singo Edan" . Mereka bermain di Stadion Kanjuruhan dan Stadion Gajayana. Arema Indonesia adalah tim sekota dari Persema Malang. Sejak berganti pemilik dari PT Bentoel Investama, Tbk ke konsorsium di tahun 2009. secara resmi Arema Malang, berganti nama menjadi Arema Indonesia.

Sejak hadir di persepak bolaan nasional, Arema telah menjadi ikon dari warga Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu) dan sekitarnya. Sebagai perwujudan dari simbol Arema, hampir di setiap sudut kota hingga gang-gang kecil terdapat patung dan gambar singa.[rujukan?] Kelompok suporter mereka dipanggil Aremania. Arema sendiri adalah singkatan dari Arek Malang. Arek dalam bahasa Indonesianya adalah Anak, jadi Arek Malang bisa juga berarti Anak Malang. Aremania adalah kelompok suporter yang sangat fantastis,menjunjung sportifitas dan memiliki loyalitas tinggi.Aremania pernah dinobatkan oleh PSSI sebagai kelompok suporter terbaik di Indonesia.
Stadion Utama
Stadion utama PT Arema Indonesia adalah Stadion Kanjuruhan yang merupakan stadion sepak bola yang terletak di Kepanjen, Malang, Jawa Timur, Indonesia. Kapasitasnya berjumlah 50.000 tempat duduk. Rekor penonton terjadi pada tahun 2004 ketika Arema Malang menjamu PSS Sleman, dihadiri oleh 80.000 penonton dalam rangka pembukaan Stadion Kanjuruhan Malang yang dihadiri oleh Presiden Megawati Sukarnoputri ketika itu, dan pada 13 Juli 2005 saat Arema Malang menjamu Persija Jakarta (1-0), yang dihadiri oleh 80.000 penonton dalam lanjutan Laga Divisi Utama Liga Indonesia XI.


Prestasi Yang Dicapai
 
Prestasi Lokal
1. Juara IV Piala Gubernur Jawa Timur Tahun 2003
uara I Kompetisi PSSI Divisi I Tahun 2004
Prestasi Nasional
1. Masa ke VIII Tahun 1987/1988 Rangking 6
2. Masa ke IX Tahun 1988/1989 Rangking 8
3. Masa ke X Tahun 1989/1990 Rangking 4
4. Masa ke XI Tahun 1990/1991 Rangking 4
5. Masa ke XII Tahun 1991/1992 Juara Galatama
6. Masa ke XIV Tahun 1992/1993 Rangking 6
7. Masa Kompetisi PSSI Divisi Utama
8. Masa ke I Tahun 1994/1995 s/d penyisian
9. Masa ke II Tahun 1995/1996 s/d penyisian
10. Masa ke III Tahun 1996/1997 s/d 12 besar
11. Masa ke IV Tahun 1997/1998 s/d beku operasi
12. Masa ke V Tahun 1998/1999 s/d penyisian
13. Masa ke VI Tahun 1999/2000 s/d 8 besar
14. Masa ke VII Tahun 2000/2001 s/d 8 besar
15. Masa ke VIII Tahun 2001/2002 s/d 8 besar
16. Masa ke IX Tahun 2002/2003 Peringkat ke 19 ( Degradasi ke Divisi I )
17. Masa Kompetisi PSSI Divisi Satu Liga PERTAMINA
18. Masa ke X Tahun 2003/2004 Juara I
19. Masa Kompetisi PSSI Divisi Utama
20. Masa ke XI Tahun 2004/2005 s/d 8 besar
21. Piala Indonesia Copa Dji Sam Soe 2005 Juara I
22. Piala Indonesia Copa Dji Sam Soe 2006 Juara I


Pemain Legenda


Mahdi Haris (1980's), Mecky Tata (1980's-1990's), Imam Hambali (1990's) Dominggus Nowenik (1980's-1990's), Singgih Pitono (1980's-1990's), Maryanto (1980's-1990's), Mahmudiana (1989-1996, 1998-1999), Aji Santoso (1980's, 1990's, 2000's), Joko Susilo (1990's-2000's), Kuncoro (1990's, 2000's), Nanang Supriadi (1993-2005), I Putu Gede (2000's), Sutaji (2004-2008), Erol FX Iba (2004-2006), Aris Budi Prasetyo (2004-2006), Firman Utina (2005-2006), Hendro Kartiko (2007-2008), Elie Aiboy (2007-2008), Ortizan Salossa (2007-2008), Ponaryo Astaman (2007-2008), Juan Manuel Rubio (1996-2000), Julio Caesar Moreno (1996-1997), Christian Cespedes (1998-1999), Fransisco Rodriguez "Pacho" Rubio (1999-2000), Rodrigo Fabian Araya (1999-2000, 2003), Badmidelle Frank Bob Manuel (2001), Jamie Rojas (2002), Joao Carlos (2004-2007), Junior Lima (2004-2005), Francis Yonga (2005-2006), Emile Bertrand Mbamba (2007-2008), Emaleu Serge (2005-2009)


Bentuk Aremania

Dengan bentuk Aremania yang tanpa struktur organisasi baku, melainkan terdiri dari Korwil-korwil (Koordinator Wilayah) cukup menimbulkan dilema tersendiri. Di satu sisi model paguyuban yang dipilih berdasarkan azas kekeluargaan dan kebersamaan dengan musyawarah mufakat menjadi penentu pada setiap keputusan ini sudah sedemikian merasuk, terbukti melalui forum-forum musyawarah atau silaturahmi yang sering digelar. Model seperti ini juga cukup aman dari usikan niat-niat politis, karena tiadanya figur sentral yang bisa dirayu mengikuti arus politis tertentu bersama massanya.


Akan tetapi, seperti dulu pernah disinyalir bahwa kondisi Aremania yang tidak terorganisir sangat rentan terhadap friksi-friksi yang dapat menyebabkan konflik internal menjadi kenyataan. Hal inipun terjadi sekali dua di lapangan, yang sementara ini bisa diredam dengan metode musyawarah-mufakat. Akankah kondisi ini bisa dipertahankan seterusnya, dengan berganti-gantinya generasi Aremania yang pasti mempunyai akar pemahaman yang berbeda-beda pula ?  Generasi Aremania pertama mungkin merasa cukup dengan metode tersebut diatas dan sudah terbukti lewat sejarah, tapi generasi-generasi berikutnya memikul tantangan yang jauh lebih kompleks dengan batasan-batasan jarak dan waktu semakin menghadang.

Sementara tuntutan dunia modern sekarang ini akan suatu bentuk organisasi yang mampu memfasilitasi kebutuhan dan kepentingan Aremania baik secara internal maupun eksternal layak diapungkan dan dibahas lebih lanjut. Banyak langkah atau tindakan yang dilakukan oleh Aremania secara sporadis, terencana tapi baru sebatas secara regional.  Sedangkan keputusan yang diatasnamakan seluruh Aremania seyogyanya memerlukan pula pertanggungjawaban, baik secara formal maupun secara moral.



Masih yang Terbaik?


Masihkah Aremania merasa yang terbaik? Pionir itu pasti, yang terbaik? Ini patut dipertanyakan. Dari sisi penghargaan jelas, gelar Suppporter terbaik seakan enggan lagi terbang ke pangkuan Aremania. Ibarat perlombaan balap mobil, sekarang Aremania sedang berlomba dengan kelompok-kelompok supporter lain untuk menuju finish, yaitu gelar Supporter Terbaik. Meskipun tidak menafikan bahwa tidak selalu gelar mencerminkan kondisi nyata.

Masalah pelik yang sekarang menghantui Aremania, yaitu kreativitas, arogansi dan over konfidensi yang sekarang diidap Aremania. Dulu Aremania seakan merajai panggung kreativitas sepakbola tanah air, sehingga memikat banyak kelompok supporter lain untuk menirunya. Sekarang Aremania tidak bisa lagi mengandalkan lagu-lagu, gaya-gaya, atribut-atribut dengan model lama, karena kelompok-kelompok supporter lain pun memilikinya. Ironisnya, tak terhitung berapa banyak lagu-lagu Aremania yang dijiplak mentah-mentah meskipun ada beberapa bagian yang diganti, ataupun gerakan-gerakan massal di stadion yang semakin lancar ditiru bahkan dikembangkan kelompok-kelompok supporter lain.

Menjadi supporter yang santun, yang sanggup mengendalikan emosi pada situasi apapun, termasuk situasi tersulit sekalipun tetap menjadi agenda utama yang harus diusung Aremania. Atau kalau tidak, Aremania akan kembali terjerembab ke masa silam yang kelam, masa di mana emosi bertahta dan mampu menyingkirkan akal sehat.

Konfidensi adalah baik sepanjang itu tidak menjerumuskan diri ke zone yang membuat kita nyaman dan malas melakukan perbaikan diri dan pengembangan. Disaat Aremania merasa menjadi yang terbaik, diluar sana banyak kompetitor yang meningkatkan kemampuannya. Aremania harus mampu keluar dari zone nyaman yang melenakan, Aremania harus melakukan terobosan-terobosan baru seperti dulu. Menjadi yang terbaik itu memang berat tapi mempertahankan untuk selalu menjadi yang terbaik, itu jauh lebih berat.



Medan, 23 April 2010

Salam Satu Jiwa