Namanya
Malang, Tapi Nasibnya Tak Malang
Mengapa harus
diberi nama Kota Malang? Padahal semua orang tahu arti kata Malang adalah
kurang baik. Ada tiga versi atas penyebutan nama Malang. Bahkan, sampai ada
versi sebutan Malang itu dari Sultan Mataram.
Terus kalau sudah
tahu artinya kurang baik, kenapa mau tetap menggunakan sebagai nama kota?
Setahu saya, sepanjang sejarah tidak ada peristiwa yang menunjukkan bahwa
Malang bernasib sial. Yang saya pelajari justru nasib Kota Malang sangat
beruntung.
Malang satu-satunya
tempat pertahanan, Malang sebagai kunci pertahanan Jawa Timur, Malang sebagai
nominasi ibukota negara, Malang tata kotanya dijadikan model kota Hindia Belanda dan fakta-fakta
sejarah lainnya yang menunjukkan Kota Malang justru sangat spesial.
Saking spesialnya,
sampai pemerintah Belanda tidak ingin keberuntungan kota ini diketahui orang
lain dengan memdudukinya langsung pada 1767 (dengan mendirikan benteng di
Malang untuk menguasai Jawa Timur).
Memang pada
kenyataannya, setelah itu tercatat Malang adalah daerah penghasil devisa
terbanyak untuk ekspor beberapa komoditi pertanian ke berbagai negara Eropa.
Malang
dari Nama Bangunan Suci, Versi Rakyat dari Sultan Mataram
Dan dalam waktu
singkat langsung menduduki kota terbesar kedua di Jawa Timur.
Kalau menyimpulkan
hipotesa di atas, jelas Malang tidak berarti sial tapi justru sangat
menguntungkan. Nah, sekarang sejak kapan kata Malang dipakai sebagai nama
daerah? Atai Malang itu arti sesungguhnya itu apa?
Ada beberapa
pendapat dari penelitian yang layak dipercaya, kapan Malang mulai dikenal.
Pendapat pertama, Malang adalah kependekan dari kata Malangkuceswara atau
tepatnya Bhatara Malangkuceswara seperti disebutkan dalam Prasasti Kedu atau
dikenal dengan Prasasti Mantyasih pada tahun 907 Masehi.
Prasasti tersebut
ditulis atas perintah raja Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri
Dharmodaya Mahasambhu (Shutterheim, 1927). Prasasti yang sekarang berada di
Museum Pusat Jakarta nomor D 40 itu, tertulis Kapujan Bathara I Mangkucecwara.
Namun, perlu kita cermati pendapat yang pertama yang tertulis dalam baris 9
adalah Mangkucecwara dan bukan Malangkuceswara yang kita kenal berarti Tuhan
menghancurkan yang batil.
Pendapat yang
kedua, Malang berasal dari nama suatu bangunan suci. Malangkucecwara yang
diperuntukkan bagi pemujaan dewa Ciwa yang diwujudkan dengan Lingga. Menurut Prof.
S. Wojowasito (1976), nama bnagunan suci itu diambil dari nama daerah di mana
lokasi bangunan itu berada.
Kalau pendapat oitu
benar, berarti ada nama daerah Malangkucecwara. Terus di mana kira-kira daerah
tersebut? Beliau menjelaskan lagi kemungkinan daerah-daerah tersebut. Pertama,
di daerah gunung Buring. Dulu gunung yang membujur ke arah timur kota Malang
tersebut puncaknya bernama Malang. Tetapi pendapat tersebut tidak didukung dengan
data yang akurat. Yang saya tahu, nama gunung Malang disebut dalam peta tahun
1930 (peta Topografi Malang, Garnizoenkarrt Malang en Omstreken 1938).
Daerah kedua lokasi
bangunan Malang kuceswara itu berada di sebelah utara Tumpang. Menurut beliau,
karena di sana masih terdapat nama desa Malangsuka. Dalam teori metatesis, kata
suka bisa diucapkan kusa. Karena itu, Malangsuka mungkin dulunya adalah Malang
kusa (Malangkucaswara). Pendapat ini diperkuat di daerah Tumpang ditemukan
banyak peninggalan sejarah, seperti Candi Jajago dan Kidal.
Sekarang pendapat
yang ketiga, berdasar penelitian yang dipimpin oleh Prof. Habib Mustopo. Nama
Malang lebih dapat diterima berasal dari sebuah piagam atau prasasti tahun saka
1120 atau 1198 Masehi yang ditemukan pada tanggal 11 Januari 1975 oleh seorang
administratur perkebunan di Bantaran Kabupaten Blitar.
Terdiri dari 8
lempengan prasasti perunggu dari desa Ukirnegara. Menurut beliau, penemuan ini
lebih memberikan keakuratan data. Karena di sini, kata Malang pertama kali
disebut sebagai nama tempat, bukan sebagai nama raja atau kependekan dari
Malangkuceswara.
Disebutkan, taning
sakrida (ning) Malangakalihan wacid lawan macupa-sabhanira deh (dyah)
limpa-20-makanagrani. Yang artinya sebelah timur tempat berburu (di) Malang
bersama Wacid dan Mucu. Nama Malang di sini disebut sebagai daerah di sebelah
Timur Gunung Kawi.
Kemudian, selain
dari pendapat di atas sebenarnya dalam cerita lisan rakyat, kata Malang
disebutkan kali pertama diucapkan oleh Sultan Mataram saat hendak ekspansi ke
Jawa Timur. Pendapat dari masa asal-usul nama Malang bisa disimpulkan sendiri
berdasar data-data di atas, tetapi yang jelas, Malang bukan berarti sial,
Malang is not unlucky city.
Para
Penguasa di Malang
Setelah membahas
tentang asal mula nama Malang, selanjutnya kita juga sebaiknya tahu siapa saja
yang pernah menjadi penguasa di Kabupaten Malang atau di Kota Malang. Ada
perbedaan sejarah yang tercatat dalam daftar Bupati Malang dengan data yang
saya dapatkan.
Dalam daftar Bupati
Malang, bupati pertama adalah Raden Tumenggung Kertonegoro (tidak diketahui
sejak kapan) sampai dengan tahun 1822. Data lain berdasar Babad Willis dan
Stamboom den Laststen Vorst van Het Hindoe, Javasnche Rijk van Mojopahit
dijelaskan bupati pertama adalah Raden Aria Malayakusuma, wedana Siti Ageng
Mataram.
Hal ini
dikarenakan, pengakuan Belanda secara resmi memang bupati pertama adalah Bupati
RT. Kertonegoro, sedangkan RA.Malayakusuma adalah notabene pengikut Suropati yang
melawan terhadap Belanda yang mengangkat dirinya sendiri tanpa restu dari
Belanda.
Bupati Malayakusuma mulai menjabat
tahun 1743 dan meninggal tahun 1767. Setelah beliau meninggal, Belanda
mendirikan benteng di sekitar sungai Brantas yang sekarang digunakan untuk
bangunan RSSA. Benteng tersebut berdiri untuk melindungi sisi dalam Kabupaten
Malang yang saat itu sekitar daerah Celaket, Garnizoen (benteng
Kelojian/Klojen), Kayutangan, Tumenggungan dan alun-alun.
Sedangkan daerah di luar itu,
seperti Oro-Oro Dowo, Sawahan masih harus ditundukkan. Untuk mengamankan semua
daerah yang diluar garis tersebut, Belanda mengangkat Bupati Malang I (menurut
Almanaken Naam Register van Nederlands Indie) yang mempunyai tugas utama
membikin anam daerah yang belum aman.
Bupati Malang kedua adalah Raden
Panji Wolasmoro yang memerintah sejak tahun 1823 sampai dengan tahun 1835
(Algemeen Jaarlijksch Verslag 1823). Bupati Malang saat itu masih mendapat
pengakuan dari pihak Belanda di bawah Bupati Bangil dan Bupati Pasuruan.
Hal tersebut bias dilihat dari gaji
yang diterima setiap bulannya. Tahun 1823 Kabupaten Malang merupakan daerah
perkebunan yang menghasilkan banyak pajak dari Belanda, seperti pajak kopi,
pajak buah yang banyak dikirim ke Surabaya. Sehingga infrastruktur jalan menuju
Surabaya mulai ditingkatkan menjadi jalan raya.
Bupati Malang ketiga adalah Raden
Tumenggung Notodiningrat yang memegang jabatan Bupati Malang mulai tahun
1835-1839. Bupati ini dikenal sebagai seorang bupati yang berkepribadian kuat
serta cakap dalam memerintah dan mempunyai seorang patih yang juga mampu
bekerja sama dengan baik.
Sebagai perbandingan, patih pada wakti
itu juga mendapatkan gaji lebih rendah dari patih di Kabupaten Bangil dan
Pasuruan dengan perbedaan sekitar f.200 dengan penduduk 67.443 orang dengan
perbandingan 64.737 orang Jawa, 59 orang Belanda dan 2.498 orang Madura.
Sisanya orang China dan Arab.
Sedangkan Bupati Malang yang
keempat adalah Raden Adipati Ario Norodiningrat (1839-1884). Pada saat
pengangkatan bupati keempat pada 12 November 1839 disebutkan pula
pejabat-pejabat Kabupaten Malang (Amanak tahun 1881) adalah Asisten Residen
yang dijabat oleh A. Van Der Gon Netscher (19 Juli 1878); Patih Raden Ngabehi
Joyo Adowinoto (29 Agustur 1877); Letnan China dan Letnan Tituler Kwee Sioe Ing
dan Kwee Sioe Go (23 April 1880); Kepala Bangsa Melayu Encik Raidin (10 Juni
1870); Kepala bangsa Arab Moo; Sech Awad bin Oemar Aljabari (6 Desember 1877).
Saat itu wilayah Kabupaten Malang
masih terdiri dari 7 kawedanan 64 desa. Kepala daerah Kabupaten Malang yang
kelima adalah Raden Tumenggung Ario Notodiningrat menjabat bupati tahun
1884-1898. Pada masa pemerintahannya, baru dibangun tangsi militer di daerah
Rampal (Staatblad 1887 no.194) dan jumlah Kawedanannya bertambah satu, yakni
kawedanan Turen.
Selanjutnya Bupati RT Ario
digantikan oleh bupati keenam, yakni Bupati Suryo Adiningrat menjabat tahun
1898-1934. Pada saat kepemimpinan bupati Suryo banyak sekali perubahan di
Kabupaten Malang. Menurut saya inilah bupati yang paling kaya pengalaman.
Bagaimana tidak, saat diberlakukannya undang-undang desentralisasi tahun 1903,
bupati bersama Asisten Residen Malang dan Dewan Wilayah harus mempersiapkan
kawedanan kota menjadi kotamadya dan baru terlaksana pada tahun 1914.
Beliau juga yang menata ulang
alun-alun dan merenovasi Masjid Jamik Kota Malang. Setelah itu digantikan oleh
Raden Adipati Ariosam tahun 1934 sampai masuknya Jepang ke Malang tahun 1942.
Pada saat pemerintah Jepang mengumumkan susunan pejabat sementara, mengangkat
bupati RAA Sam menjadi Malang Syucokan yang merangkap menjadi Kenco dan Syico.
Selanjutnya Bupati Malang dijabat
oleh R. Soedomo (1945-1950); H. Said Hidayat (1950); R.Mas Tumenggung Ronggo
Moestedjo (1947-1950); Mas Ngabehi Soentoro (1950-1958); Soendoro
Hardjoamidjojo (1958-1958); Mas Djapan Notoboedojo (1959-1964); Moch. Sun’an SH
(1964-1969); R.Soewignjo (1969-1980); Kolonel Inf.Eddy Slamet (1980-1985);
Kolonel Inf. H. Abdul Hamid Mahmud (1985-1995); Kolonel Inf. Muhammad Said
(1995-2000); Ir. Moch Ibnu Rubianto, M.BA (2000-2002) dan masa-masa sekarang
dijabat oleh H. Sujud Pribadi, S.Sos, S.E kemudian digantikan H. Rendra Kresna.
Sedangkan setelah dibentuknya
Kotapradja Malang tahun 1914, Kota Malang belum mempunyai wali kota sampai 1919
dengan wali kota pertama yang bernama HI. Bussemaker (1919-1929). Selanjutnya
dijabat Vorneman (1929-1933); Lakeman (1933-1936); J.H. Boerstra (1936-1942);
M. Soehari Hadinoto (1948-1950); Sardjonowirjohardjono (1945-1958); Koesno
Soeroatmodjo (1958-1966); Kol. M. NG. Soedarto (1966-1968); R.Indra Soedarmadji
(1968-1973); Soegiyono (1973-1983); Drs. Soeprapto (1983); Dr. Tom Uripan, S.H
(1983-1988); H.M. Soesamto (1988-1998); H. M. Soeyitno (1998-2003) dan sekarang
dijabat oleh Drs. Peni Suparto, M.AP.
Lambang Kota
Malang
Lambing Stadsgemeente Malang
ditetapkan dengan surat keputusan Stadshemeenteraad,
7 Juni 1937 Nomor : AZ 407/43 disahkan Gouverment Besluit dd 25 April 1938
N 027 dengan sesanti, Malang Nominor
Sursum Moveor (Malang Namaku Maju Tujuanku). Tanggal 30 Oktober 1951 DPRD
Kotamadya Malang mencabut dan mengganti dengan yang baru berdasar SK 51 DPR
disahkan dengan keputusan Presiden RI tanggal 29 November 1954 Nomor 237 Gambar
Burung Garuda dengan sesanti yang sama.
BERBANGGALAH ATAS KOTA MALANG-MU!
SALAM SATU JIWA!!!
sumber: http://pattiromalang.blogspot.co.id/2012/04/kisahsejarah-kota-malang-yang-tak.html
0 Comment:
Posting Komentar