• MALANG KUçEçWARA‬ • MALANG NOMINOR SURSUM MOVEOR • MALANG BELONGS TO ME •

20 November 2015

KISAH SEJARAH KOTA MALANG YANG TAK BANYAK TERUNGKAP (Part 8)

Namanya Malang, Tapi Nasibnya Tak Malang
Mengapa harus diberi nama Kota Malang? Padahal semua orang tahu arti kata Malang adalah kurang baik. Ada tiga versi atas penyebutan nama Malang. Bahkan, sampai ada versi sebutan Malang itu dari Sultan Mataram.
Terus kalau sudah tahu artinya kurang baik, kenapa mau tetap menggunakan sebagai nama kota? Setahu saya, sepanjang sejarah tidak ada peristiwa yang menunjukkan bahwa Malang bernasib sial. Yang saya pelajari justru nasib Kota Malang sangat beruntung.
Malang satu-satunya tempat pertahanan, Malang sebagai kunci pertahanan Jawa Timur, Malang sebagai nominasi ibukota negara, Malang tata kotanya dijadikan  model kota Hindia Belanda dan fakta-fakta sejarah lainnya yang menunjukkan Kota Malang justru sangat spesial.
Saking spesialnya, sampai pemerintah Belanda tidak ingin keberuntungan kota ini diketahui orang lain dengan memdudukinya langsung pada 1767 (dengan mendirikan benteng di Malang untuk menguasai Jawa Timur).
Memang pada kenyataannya, setelah itu tercatat Malang adalah daerah penghasil devisa terbanyak untuk ekspor beberapa komoditi pertanian ke berbagai negara Eropa.
Malang dari Nama Bangunan Suci, Versi Rakyat dari Sultan Mataram
Dan dalam waktu singkat langsung menduduki kota terbesar kedua di Jawa Timur.
Kalau menyimpulkan hipotesa di atas, jelas Malang tidak berarti sial tapi justru sangat menguntungkan. Nah, sekarang sejak kapan kata Malang dipakai sebagai nama daerah? Atai Malang itu arti sesungguhnya itu apa?
Ada beberapa pendapat dari penelitian yang layak dipercaya, kapan Malang mulai dikenal. Pendapat pertama, Malang adalah kependekan dari kata Malangkuceswara atau tepatnya Bhatara Malangkuceswara seperti disebutkan dalam Prasasti Kedu atau dikenal dengan Prasasti Mantyasih pada tahun 907 Masehi.
Prasasti tersebut ditulis atas perintah raja Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambhu (Shutterheim, 1927). Prasasti yang sekarang berada di Museum Pusat Jakarta nomor D 40 itu, tertulis Kapujan Bathara I Mangkucecwara. Namun, perlu kita cermati pendapat yang pertama yang tertulis dalam baris 9 adalah Mangkucecwara dan bukan Malangkuceswara yang kita kenal berarti Tuhan menghancurkan yang batil.
Pendapat yang kedua, Malang berasal dari nama suatu bangunan suci. Malangkucecwara yang diperuntukkan bagi pemujaan dewa Ciwa yang diwujudkan dengan Lingga. Menurut Prof. S. Wojowasito (1976), nama bnagunan suci itu diambil dari nama daerah di mana lokasi bangunan itu berada.
Kalau pendapat oitu benar, berarti ada nama daerah Malangkucecwara. Terus di mana kira-kira daerah tersebut? Beliau menjelaskan lagi kemungkinan daerah-daerah tersebut. Pertama, di daerah gunung Buring. Dulu gunung yang membujur ke arah timur kota Malang tersebut puncaknya bernama Malang. Tetapi pendapat tersebut tidak didukung dengan data yang akurat. Yang saya tahu, nama gunung Malang disebut dalam peta tahun 1930 (peta Topografi Malang, Garnizoenkarrt Malang en Omstreken 1938).
Daerah kedua lokasi bangunan Malang kuceswara itu berada di sebelah utara Tumpang. Menurut beliau, karena di sana masih terdapat nama desa Malangsuka. Dalam teori metatesis, kata suka bisa diucapkan kusa. Karena itu, Malangsuka mungkin dulunya adalah Malang kusa (Malangkucaswara). Pendapat ini diperkuat di daerah Tumpang ditemukan banyak peninggalan sejarah, seperti Candi Jajago dan Kidal.
Sekarang pendapat yang ketiga, berdasar penelitian yang dipimpin oleh Prof. Habib Mustopo. Nama Malang lebih dapat diterima berasal dari sebuah piagam atau prasasti tahun saka 1120 atau 1198 Masehi yang ditemukan pada tanggal 11 Januari 1975 oleh seorang administratur perkebunan di Bantaran Kabupaten Blitar.
Terdiri dari 8 lempengan prasasti perunggu dari desa Ukirnegara. Menurut beliau, penemuan ini lebih memberikan keakuratan data. Karena di sini, kata Malang pertama kali disebut sebagai nama tempat, bukan sebagai nama raja atau kependekan dari Malangkuceswara.
Disebutkan, taning sakrida (ning) Malangakalihan wacid lawan macupa-sabhanira deh (dyah) limpa-20-makanagrani. Yang artinya sebelah timur tempat berburu (di) Malang bersama Wacid dan Mucu. Nama Malang di sini disebut sebagai daerah di sebelah Timur Gunung Kawi.
Kemudian, selain dari pendapat di atas sebenarnya dalam cerita lisan rakyat, kata Malang disebutkan kali pertama diucapkan oleh Sultan Mataram saat hendak ekspansi ke Jawa Timur. Pendapat dari masa asal-usul nama Malang bisa disimpulkan sendiri berdasar data-data di atas, tetapi yang jelas, Malang bukan berarti sial, Malang is not unlucky city.
Para Penguasa di Malang
Setelah membahas tentang asal mula nama Malang, selanjutnya kita juga sebaiknya tahu siapa saja yang pernah menjadi penguasa di Kabupaten Malang atau di Kota Malang. Ada perbedaan sejarah yang tercatat dalam daftar Bupati Malang dengan data yang saya dapatkan.
Dalam daftar Bupati Malang, bupati pertama adalah Raden Tumenggung Kertonegoro (tidak diketahui sejak kapan) sampai dengan tahun 1822. Data lain berdasar Babad Willis dan Stamboom den Laststen Vorst van Het Hindoe, Javasnche Rijk van Mojopahit dijelaskan bupati pertama adalah Raden Aria Malayakusuma, wedana Siti Ageng Mataram.
Hal ini dikarenakan, pengakuan Belanda secara resmi memang bupati pertama adalah Bupati RT. Kertonegoro, sedangkan RA.Malayakusuma adalah notabene pengikut Suropati yang melawan terhadap Belanda yang mengangkat dirinya sendiri tanpa restu dari Belanda.
Bupati Malayakusuma mulai menjabat tahun 1743 dan meninggal tahun 1767. Setelah beliau meninggal, Belanda mendirikan benteng di sekitar sungai Brantas yang sekarang digunakan untuk bangunan RSSA. Benteng tersebut berdiri untuk melindungi sisi dalam Kabupaten Malang yang saat itu sekitar daerah Celaket, Garnizoen (benteng Kelojian/Klojen), Kayutangan, Tumenggungan dan alun-alun.
Sedangkan daerah di luar itu, seperti Oro-Oro Dowo, Sawahan masih harus ditundukkan. Untuk mengamankan semua daerah yang diluar garis tersebut, Belanda mengangkat Bupati Malang I (menurut Almanaken Naam Register van Nederlands Indie) yang mempunyai tugas utama membikin anam daerah yang belum aman.
Bupati Malang kedua adalah Raden Panji Wolasmoro yang memerintah sejak tahun 1823 sampai dengan tahun 1835 (Algemeen Jaarlijksch Verslag 1823). Bupati Malang saat itu masih mendapat pengakuan dari pihak Belanda di bawah Bupati Bangil dan Bupati Pasuruan.
Hal tersebut bias dilihat dari gaji yang diterima setiap bulannya. Tahun 1823 Kabupaten Malang merupakan daerah perkebunan yang menghasilkan banyak pajak dari Belanda, seperti pajak kopi, pajak buah yang banyak dikirim ke Surabaya. Sehingga infrastruktur jalan menuju Surabaya mulai ditingkatkan menjadi jalan raya.
Bupati Malang ketiga adalah Raden Tumenggung Notodiningrat yang memegang jabatan Bupati Malang mulai tahun 1835-1839. Bupati ini dikenal sebagai seorang bupati yang berkepribadian kuat serta cakap dalam memerintah dan mempunyai seorang patih yang juga mampu bekerja sama dengan baik.
Sebagai perbandingan, patih pada wakti itu juga mendapatkan gaji lebih rendah dari patih di Kabupaten Bangil dan Pasuruan dengan perbedaan sekitar f.200 dengan penduduk 67.443 orang dengan perbandingan 64.737 orang Jawa, 59 orang Belanda dan 2.498 orang Madura. Sisanya orang China dan Arab.
Sedangkan Bupati Malang yang keempat adalah Raden Adipati Ario Norodiningrat (1839-1884). Pada saat pengangkatan bupati keempat pada 12 November 1839 disebutkan pula pejabat-pejabat Kabupaten Malang (Amanak tahun 1881) adalah Asisten Residen yang dijabat oleh A. Van Der Gon Netscher (19 Juli 1878); Patih Raden Ngabehi Joyo Adowinoto (29 Agustur 1877); Letnan China dan Letnan Tituler Kwee Sioe Ing dan Kwee Sioe Go (23 April 1880); Kepala Bangsa Melayu Encik Raidin (10 Juni 1870); Kepala bangsa Arab Moo; Sech Awad bin Oemar Aljabari (6 Desember 1877).
Saat itu wilayah Kabupaten Malang masih terdiri dari 7 kawedanan 64 desa. Kepala daerah Kabupaten Malang yang kelima adalah Raden Tumenggung Ario Notodiningrat menjabat bupati tahun 1884-1898. Pada masa pemerintahannya, baru dibangun tangsi militer di daerah Rampal (Staatblad 1887 no.194) dan jumlah Kawedanannya bertambah satu, yakni kawedanan Turen.
Selanjutnya Bupati RT Ario digantikan oleh bupati keenam, yakni Bupati Suryo Adiningrat menjabat tahun 1898-1934. Pada saat kepemimpinan bupati Suryo banyak sekali perubahan di Kabupaten Malang. Menurut saya inilah bupati yang paling kaya pengalaman. Bagaimana tidak, saat diberlakukannya undang-undang desentralisasi tahun 1903, bupati bersama Asisten Residen Malang dan Dewan Wilayah harus mempersiapkan kawedanan kota menjadi kotamadya dan baru terlaksana pada tahun 1914.
Beliau juga yang menata ulang alun-alun dan merenovasi Masjid Jamik Kota Malang. Setelah itu digantikan oleh Raden Adipati Ariosam tahun 1934 sampai masuknya Jepang ke Malang tahun 1942. Pada saat pemerintah Jepang mengumumkan susunan pejabat sementara, mengangkat bupati RAA Sam menjadi Malang Syucokan yang merangkap menjadi Kenco dan Syico.
Selanjutnya Bupati Malang dijabat oleh R. Soedomo (1945-1950); H. Said Hidayat (1950); R.Mas Tumenggung Ronggo Moestedjo (1947-1950); Mas Ngabehi Soentoro (1950-1958); Soendoro Hardjoamidjojo (1958-1958); Mas Djapan Notoboedojo (1959-1964); Moch. Sun’an SH (1964-1969); R.Soewignjo (1969-1980); Kolonel Inf.Eddy Slamet (1980-1985); Kolonel Inf. H. Abdul Hamid Mahmud (1985-1995); Kolonel Inf. Muhammad Said (1995-2000); Ir. Moch Ibnu Rubianto, M.BA (2000-2002) dan masa-masa sekarang dijabat oleh H. Sujud Pribadi, S.Sos, S.E kemudian digantikan H. Rendra Kresna.
Sedangkan setelah dibentuknya Kotapradja Malang tahun 1914, Kota Malang belum mempunyai wali kota sampai 1919 dengan wali kota pertama yang bernama HI. Bussemaker (1919-1929). Selanjutnya dijabat Vorneman (1929-1933); Lakeman (1933-1936); J.H. Boerstra (1936-1942); M. Soehari Hadinoto (1948-1950); Sardjonowirjohardjono (1945-1958); Koesno Soeroatmodjo (1958-1966); Kol. M. NG. Soedarto (1966-1968); R.Indra Soedarmadji (1968-1973); Soegiyono (1973-1983); Drs. Soeprapto (1983); Dr. Tom Uripan, S.H (1983-1988); H.M. Soesamto (1988-1998); H. M. Soeyitno (1998-2003) dan sekarang dijabat oleh Drs. Peni Suparto, M.AP.
Lambang Kota Malang
Lambing Stadsgemeente Malang ditetapkan dengan surat keputusan Stadshemeenteraad, 7 Juni 1937 Nomor : AZ 407/43 disahkan Gouverment Besluit dd 25 April 1938 N 027 dengan sesanti, Malang Nominor Sursum Moveor (Malang Namaku Maju Tujuanku). Tanggal 30 Oktober 1951 DPRD Kotamadya Malang mencabut dan mengganti dengan yang baru berdasar SK 51 DPR disahkan dengan keputusan Presiden RI tanggal 29 November 1954 Nomor 237 Gambar Burung Garuda dengan sesanti yang sama.
Tanggal 10 April 1964 dengan keputusan DPRD Nomor: 7/DPRDGR sesanti Kotamadya Malang diganti menjadi Malaangkuca-icwara atau lazim dibaca dalam kalimat lengkap Malang Kuceswara (Tuhan Menghancurkan Yang Bathil - Menegakkan Yang Benar). 

BERBANGGALAH ATAS KOTA MALANG-MU! 
SALAM SATU JIWA!!!

sumber: http://pattiromalang.blogspot.co.id/2012/04/kisahsejarah-kota-malang-yang-tak.html

0 Comment:

Posting Komentar