• MALANG KUçEçWARA‬ • MALANG NOMINOR SURSUM MOVEOR • MALANG BELONGS TO ME •

20 November 2015

KISAH SEJARAH KOTA MALANG YANG TAK BANYAK TERUNGKAP (Part 5)

Jalan Ijen Kawasan Paling Indah Bafgi Hindia Belanda
Perancanaan pembangunan Kota Malang telah dirumuskan secara detail mulai tahun 1917 sampai 1929. Nah, ada delapan tahapan dalam perencanaan Kota Malang. Termasuk perumahan pertama yang berada di daerah Celaket hingga mengapa perumahan elit Jalan Ijen berada di wilayah barat balai kota?
Sering kali terdengar banyak slogan tentang Malang. Entah dari seorang guru yang sedang mengajar, para pemandu wisata atau pejabat pemerintahan yang mengatakan Malang Kota Bunga, Malang Kota Pendidikan, Malang Paris Van Java (mungkin maksudnya Jawa Timur), Malang Kota Pegunungan, kota transit, kota pension dan banyak sebutan lainnya yang membuat kita berpikir.
Gerbang Makam Eropa Kini Tertutup SPBU
Sebenarnya slogan, predikat atau sekarang dikenal dengan branding itu sengaja ditetapkan atau karena ikut-ikutan ada orang iseng yang menyebut pertama diikuti yang lain. Kemudian menjadi trend dan officially became a city image? Begitukah?
Bukan! Sama sekali bukan, apalagi karena iseng. Semua sebutan di atas ada yang secara resmi ditetapkan. Seperti Malang Kota Pendidikan, Industri, dan Pariwisata (dikenal sebagai Tri Bina Cita) ditetapkan oleh DPRD gotong royong pada 1962. Sebutan Kota Pegunungan pada 1937 pada saat Ir. Karsten mengikuti rencana desain Kota Malang ke Paris sebagai kota dengan konsep pegunungan.
Sebutan kota pension pada tahun 1900 setelah Belanda gagal uji coba kota pension di Tengger (Pasuruan) untuk pensiunan Tentara Belanda. Ada juga yang memang berdasar pada performa keindahan kota yang tampak terus menerus, sehingga mempengaruhi publik, seperti sebutan de Bloemenstad (Kota Bunga) pada 1922 sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah Kotapraja Malang waktu itu yang berkonsentrasi membangun semua taman-taman kota dengan bermacam-macam tanaman yang membangun Cultuurschool (Sekolah Pertanian/SPMA) yang mempunyai tugas menanamkan cinta tumbuhan pada masyarakat Malang.
Sebutan lain yang menjadi dasar dari semua predikat Kota Malang adalah Malang Kota Indah. Malang memang indah tanpa harus ditetapkan semua orang. Salah satu alasannya menurut saya adalah sisi topografi. Kota Malang dikelilingi empat gunung berapi, Semeru, Tengger, Kawi, dan Arjuno sekaligus dibelah oleh tiga sungai besar, Brantas, Amprong, dan Bango.
Alas an lain tentunya disebabkan leadership dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Banyak sekali hubungan konsep, perencanaan, dan predikat yang dapat dipelajari. Tetapi kali ini saya akan mencoba menggali langkah-langkah yang telah ditetapkan pemerintah Kotapradja Malang dalam merencanakan pembangunan Kota Malang sekitar tahun 1917 sampai 1929.
Kenapa? Karena masa itu adalah masa pembangunan pondasi Kota Malang. Pondasi tersebut dibagi menjadi delapan bagian yang masing-masing disebut dengan Bouwplan I sampai VIII.
Tahapan Perluasan Kota Malang
Bouwplan I (rencana perluasan pembangunan kota yang I) dengan luas 12.939 meter persegi. Perkembangan kota yang cenderung ke arah utara sepanjang jalan utama Malang-Surabaya harus segera menjadi bahan pertimbangan, Karena penyebaran pertumbuhan kota akan tidak seimbang antara daerah utara, selatan, dan timur.
Untuk itu, pada 13 April 1916 gemeenteraad (dewan kota) memutuskan untuk membangun perumahan pertama dimulai dari Celaket ke arah timur sampai Lapangan Rampal. Perumahan tersebut diperuntukkan golongan orang Eropa yang diberi nama daerah Oranjebuurt (daerah orange atau daerah dengan nama anggota keluarga kerajaan Belanda). Sekarang dikenal dengan nama daerah jalan Pahlawan.
Nama-nama jalan yang dipakai antara lain, Wilhelmina Straat (Jalan dr. Cipto), Juliana Straat (Jalan R.A Kartini), Emma Straat (Jalan dr.Sutomo), Willem Straat (Jalan Diponegoro), Maurits Straat (Jalan M.H Tamrin), Sophia Straat (Jalan Cokroaminoto).
Sedangkan bouwplan II (rancana perluasan pembangunan kota yang II) seluas 15.547 meter persegi. Pada pembahasan kelahiran Malang yang lalu saya menyebut dengan kelahiran prematur, karena belum mempunyai fasilitas pemerintahan sendiri.
Sekarang pada perencanaan perluasan kota kedua dasar pemikirannya adalah sebagai kota yang telah memerintah daerahnya sendiri dan harus mempunyai daerah baru yang diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan. Sedangkan pusat pemerintahan yang lama (alun-alun kota) sudah dirasakan terlalu padat.
Daerah baru yang ideal adalah daerah dengan tanah yang luas berbentuk bundar yang kemudian dinamakan JP Coen Plan (sekarang alun-alun Bunder). Pada 26 April 1920 Gemeente Malang membuat rencana perluasan II yang dinamakan Gouverneur-Generaalbuurt (daerah gubernur jendral) dengan nama daerah seperti , Daendels Boulevard (Jalan Kartanegara), Van Onhoff St (Jl Gajahmada), Spellman St (Jl Majapahit), Maetsuucker St (Jl Tumapel), Riebeeck St (Jl Kahuripan), Van Oudthoorn St (Jl Brawijaya), Idenburg St (Jl Suropati), Van Den Bosch St (Jl Sultan Agung), Van Heutz St (Jl Padjajaran), dan Van Der Capellen St (Jl Sriwijaya).
Setelah pembuatan dua pusat kota, timbul kekhawatiran akan terjadi perpecahan. Karena itu dibuatkan jalan penghubung di antara keduanya, yakni Maetsuucker Straat (sekarng Jalan Tumapel).
Sedangkan bouwplan III dengan luas 3.740 meter persegi. Salah satu syarat hunian yang baik adalah adanya tempat pemakaman untuk orang Eropa yang hidup di Malang. Awalnya akan ditempatkan di Bareng, kemudian Kauman dan Lowokwaru dan akhirnya diputuskan di daerah Sukun dengan pertimbangan saat itu adalah daerah luar kota yang sangat jarang penduduknya. Sampai sekarang gerbang makam Eropa di Sukun masih kelihatan berdiri megah meskipun di depannya tertutupi oleh stasiun  pompa bensin.
Kalau saat dibangun dasar pertimbangannya adalah daerah pinggiran kota yang jarang penduduknya, sekarang di sana merupakan salah satu daerah langganan macet karena kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung ledakan jumlah penduduk dan kendaraan bermotor.
Kemudian, apa kuburan itu harus direlokasi lagi? Kemana? Sekarang dengan perkembangan kota dan kabupaten yang pesat, sangat sulit untuk menemukan lahan luas untuk tempat pemakaman tanpa bersinggungan dengan kepentingan warga setempat.
Sedangkan bouwplan IV seluas 41.401 meter persegi. Rencana perluasan kota ini adalah program penyeimbang dari bouwplan I dan bowplan II yang membangun perumahan bagi kalangan Eropa dengan membangun perumahan kelas menengah ke bawah.
Perluasan ini berada di antara sungai Brantas dan jalan sepanjang kea rah Surabaya yang pada awalnya merupakan daerah kampong kecil yang terletak antara kampong Celaket dan Lowokwaru. Penataan pemukiman ini terbilang teratur karena hampir semua fasilitas terdapat di sana. Mulai tempat pemakaman 62.045 meter persegi (Samaan), sekolah dan lapangan olahraga.
Pada perencanaan init telah diterapkan konsep desainer Ir. Karsten yang menganjurkan jalur pembangunan dengan pemandangan sungai yang indah ke arah barat laut. Sayang konsep besar ini belum bisa dilaksanakan dengan baik karena saat itu Karsten masih belum resmi menjadi penasehat Kotapradja Malang.
Bouwplan V seluas 16.768 meter persegi. Perluasan kali ini menurut saya adalah pembangunan perluasan kota paling spektakuler. Bagaimana tidak, pembangunan Jalan Ijen dan fasilitas stadion yang dibangun pada 1920 dijadikan model jalan paling indah oleh Hindia Belanda pada saat itu dan masih ideal untuk model tata pemukiman sampai 2012 ini.
Pemikiran membuat kota satelit telah mulai dipikirkan. Jadi beberapa pendapat yang mengatakan bouwplan V ini dibangun karena sudah tidak terdapat lagi lahan yang memenuhi syarat adalah tidak sepenuhnya benar. Pengembangan kea rah timur terbentur oleh rel kereta api dan tangsi militer yang ditempatkan di daerah Rampal. Ke arah tenggara terhalang  dengan kuburan China (kuto bedah), ke selatan akan bertemu dengan emplasemen MSM (Malang Stoomtram Maatschappij). Kalau ke utara permasalahan klasik akan muncul adalah kota akan berkembang hanya pada poros jalan Malang-Surabaya yang notabene harus malah diredam pertumbuhannya.
Ya. Jawabnya memang hanya ada satu, Barat! Tetapi pilihan pengembangan ke arah barat tidak semata-mata karena keterbatasan lahan pengembangan. Coba renungkan sebentar. Untuk menunjukkan Malang Kota Pegunungan, dipersiapkan lahan di ujung Jalan Semeru (sekarang dibangun Museum Brawijaya pada tahun 1967 dan diresmikan 4 Mei 1968 dengan rancangan arsitek Kap. CSI Ir. Soemadi).
Kemudian sepanjang Jalan Semeru jika dilihat dari udara akan terlihat seperti tertarik garis lurus dengan ending di depan stasiun kereta api melewati tepat di tengah alun-alun bunder. Nah, kalau begitu masak sih bouwplan V ini dibangun karena keterbatasan lahan?
Alasan yang lainnya, unsur utama pembangunan yang terdiri atas Jalan Ijen, stadion dan pembuatan jalan pemecah ke pusat kota, alun-alun bunder dan alun-alun kota (sekarang Jalan Kawi) adalah solusi kebuntuan arus lalu lintas dan berusaha tetap mempertahankan keramaian daerah yang lama. Sehingga dengan dibangunnya daerah baru, daerah yang lama tetap akan merasa menjadi satu.
Sementara bouwplan VI dibangun di atas lahan 220.901 meter persegi. Pergeseran alun-alun kota juga terlihat dari gejala perluasan daerah pertokoan di daerah utara menuju  ke arah Oro-Oro Dowo, Kayutangan dan Rampal. Lambat laun perluasan tersebut akan meninggalkan daerah Pecinan yang bersejarah.
Hal ini tidak dikehendaki oleh Karsten sebagai penasehat kota waktu itu. Gejala tersebut dapat dicegah dengan memberikan perhubungan yang lebih baik pada bagian tenggara kota untuk keperluan lainnya yang bermanfaat yang banyak mengurangi tekanan lalu lintas di daerah baru.
Ide inilah yang menyebabkan munculnya rancangan perluasan kota ke VI yang dikenal dengan daerah Eilandenbuurt (daerah pulau-pulau). Seperti Lombok Weg, Java Weg, Soemba Weg, Bawean Weg dan lain-lain. Dalam perkembangan pembangunan kota kali ini konsentrasi pemerintah selain pada pembangunan daerah pulau-pulau, juga pembangunan pasar.
Sebelum tahun 1914, di Malang hanya ada satu pasar milik swasta di Pecinan. Dewan wilayah yang berkedudukan di Pasuruan hendak membangun pasar di daerah Kayutangan, tetapi akhirnya mengambil alih pasar Pecinan dan mulai dibangun pada 1920. Sekarang kita kenal sebagai Pasar Besar.
Selanjutnya dibangun pasar di kampong-kampong, Pasar Bunulrejo, Kebalen, dan Oro-Oro Dowo pada 1932, Pasar Embong Brantas dan Lowokwaru tahun 1934, sedangkan Pasar Dinoyo dan Pasar Blimbing dibangun Januari 1940.
Pada bouwplan VII yang direncanakan di atas luas 252.948 meter persegi merupakan lanjutan dari bowplan V, yaitu pembangunan kawasan Ijen yang lebih ditekankan pada pembangunan rumah ukuran besar (villa). Sampai sekarang rumah-rumah di Jalan Ijen masih tetap ukurannya. Hanya sayang desain arsitekturnya telah berubah sama sekali. Satu-satunya tambahan pada tahap ini adalah pembangunan lokasi pacuan kuda terbesar di Indonesia yang pada tahun 1938 pernah menjadi tuan rumah diadakannya Kabore Kepanduan Sedunia.
Pada bouwplan VIII dengan luas 179.820 meter persegi, zonanisasi industry telah dimulai pada tahapan pembangunan ini. Malang telah dirasakan telah menjadi daerah yang sangat diminati oleh investasi asing. Untuk itu perlu secepatnya dilakukan penyediaan lahan untuk daerah industri.
Daerah itu berada di wilayah yang berdekatan dengan jalur kereta api (Stasiun Kotalama) emplasemen kereta dan trem untuk menunjang kegiatan industri. Perusahaan yang kali pertama menempati adalah BPM dan Faroka. Selanjutnya kawasan industri diperluas di daerah Blimbing.
Dengan perluasan pembangunan kota I-VIII, Kota Malang bertambah luas 744.064 meter persegi dari luas semula. Pada 1929 total luas kota menjadi 1882 hektar. Keindahan wajah kota sangat tercermin mendasari semua pembangunan yang dilakukan. Sekarang luas Kota Malang adalah 110,06 milimeter persegi. Nah, dengan seluas sekarang, masih layakkah predikat Malang Kota Indah disandang Kota Malang?

sumber: http://pattiromalang.blogspot.co.id/2012/04/kisahsejarah-kota-malang-yang-tak.html

0 Comment:

Posting Komentar