Balai Kota
Malang Dirancang Arsitek Dari Surabaya
Alon –alon asal kelakon artinya
perlahan tetapi pasti. Namun, jika alon-aloon, artinya justru sangat berbeda.
Aloon-aloon dari bahasa Belanda yang artinya lapangan terbuka. Di Malang ada
dua alun-alun yang berada di depan kantor bupati dan balai kota. Bagaimana
sejarahnya?
Zaman Hindu-Budha, alun-alun telah
dikenal (dalam kitab negara Kertagama, Red). Asal usul kata dari kepercayaan
masyarakat tani yang setiap kali ingin menggunakan tanah untuk bercocok tanam,
maka haruslah dibuat upacara minta izin kepada dewi tanah dengan jalan membuat
sebuah lapangan tanah sakral yang berbentuk persegi empat dan sekarang dikenal
masyarakat sebagai alun-alun.
Pada masa Kerajaan Mataram, di
alun-alun depan istana rutin diperuntukkan rakyat Mataram jika ingin menghadap
penguasa. Alun-alun pada masa itu sudah berfungsi sebagai pusat administrative dan sosial budaya bagi
penduduk pribumi.
Khusus Malang,
Kantor Residen Menghadap Ke Selatan
Masyarakat berdatangan ke alun-alun
untuk memenuhi panggilan atau memdengarkan pengumuman atau melihat unjuk
kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat. Fungsi sosial
budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama
lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan, atau olahraga.
Untuk memenuhi seluruh aktivitas
dan kegiatan tersebut, alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang
memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan. Pada masa masuknya agama
Islam, seperti di alun-alun Malang, Masjid Jamik dibangun di sekitar alun-alun.
Alun-alun juga digunakan sebagai
tempat kegiatan-kegiatan hari besar Islam termasuk sholat Idul Fitri. Pada
zaman pra-kolonial, baik kota pusat kerajaan di pedalaman atau di pesisir,
dibangun berdasar konsep tata ruang yang sama, yakni adanya lapangan luas yang ditengahnya
ditanam satu atau dua buah pohon beringin yang disebut alun-alun (Santoso,
1984).
Sistem kaidah yang dipakai orang
Jawa disebut Hasta Brata dikenal juga dengan ungkapan Kiblat Papat Limo Pancer,
yakni keseluruhan ruang dibagi menjadi 4 atau 8 bagian. Pengelompokan dibuat
berdasar padanan hal positif negative, unsure air di timur dan api ditempatkan
di barat. Pusat duangan dipandang sebagai pusat dunia. (Sartono Kartodirdjo,
1987).
Nah, itulah sebabnya kenapa hampir
semua pusat kota di Jawa mempunyai bentuk struktur yang hampir sama, pendapa
bupati, masjid jamik, penjara, dan kantor residen (bupati). Sebelah selatan
merupakan daerah sacral dan sebelah utara merupakan daerah profane.
Karena itu, di semua alun-alun,
rumah bupati selalu diletakkan di selatan, kecuali di Malang yang ditempatkan
sebelah timur menghadap ke selatan. Tidak jelas alasannya, tapi kemungkinan
karena Malang dikenal daerah dengan pertahanan yang kuat. Sehingga tidak perlu
diawasi langsung oleh residen.
Alun-alun Malang didirikan tahun
1882 (Kotapraja Malang, 1964). Jika sejarah itu benar, maka jelas pembangunan
alun-alun Malang untuk kepentingan Belanda yang menjadikan alun-alun sebagai
pusat kontrol. Hampir semua kegiatan produksi ekonomi terkumpul di sana.
Belanda sengaja menempatkan kantor
bupati berhadapan dengan asisten residen
(wakil bupati) yang kantornya di selatan alun-alun (sekarang Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negera). Dan, di sebelahnya masjid
jamik yang berhadapan dengan penjara. Maksud setiap saat residen dapat mengontrol
kegiatan bupati dan penduduk yang selalu berkumpul di pendapa bupati atau
masjid jamik.
Karena alun-alun dipandang sebagai
pusat kegiatan kota, maka secara tidak langsung pola pemukiman juga
menyesuaikan dengan kondisi tersebut. Pemukiman orang Eropa di sebelah barat
daya (Talun, Tongan, Sawahan), orang China di sebelah tenggara (Pecinan), Arab
terletak di belakang Masjid (Kauman), dan pribumi di daerah Kebalen,
Temenggungan, Jodipan. Sekarang dengan berkembangnya pembangunan kota Malang,
keramaian kota menjadi terpecah.
Desain Balai
Kota Disayembarakan, Tak Ada Yang Menang
Nah, kata aloon-aloon telah kita
bahas arti, fungsi dan asal-usulnya. Terus sekarang, kenapa di Malang terdapat
dua alun-alun? Bukankah satu sudah cukup, karena luas tanah dan perkembangan
tahun 1900 masih memungkinkan untuk dioptimalkan.
Terus kalau dibilang tidak cukup,
ya tidak cukup. Alasannya, pertumbuhan Malang ke depan sebagai contoh kota pusat
pemerintahan dengan desain tata kota yang baik mempunyai satu syarat, yakni
lingkungan yang kondusif.
Di Malang dirasa tidak memungkinkan
lagi digabungkan pusat kota dengan pusat pemerintahan. Pusat kota telah
berkembang sedemikian cepat dengan bertumbuhnya pusat ekonomi, hiburan,
keagamaan dan sosial. Sedangkan pusat pemerintahan seiring dengan tumbuhnya
Kota Malang harus segera membangun gedung pusat pemerintahan satu atap (block office).
Pada 26 April 1920 pihak Gemeente (Kotapraja) Malang memutuskan
untuk membuat daerah pusat pemerintahan baru yang sekarang kita kenal dengan
alun-alun bunder atau sekarang kita kenal dengan Alun-alun Tugu sesuai dengan
bentuk tanah lapang yang berbentuk bundar.
Sebelum tahun 1914 Malang masih
merupakan daerah bagian dari Keresidenan Pasuruan dan kekuasaan tertinggi di
Malang adalah sisten residen. Setelah kota Malang dinaikkan statusnya menjadi Gemeente (kotamadya) tanggal 1 April
1914, Kota Malang berhak memerintah daerah sendiri dengan dipimpin oleh seorang
burgemeester (wali kota). Jabatan wali kota waktu itu dirangkap asisten residen
sampai 1918. Baru tahun 1919 Malang mempunyai wali kota pertana H.I Bussemaker.
Setelah selesai dibangun alun-alun
bundar, Malang masih belum mempunyai kantor pemerintahan yang permanen dan
berwibawa. Pada tanggal 26 April 1920 dibuat perencanaan perluasan kota yang di
dalamnya termasuk pembangunan gedung balai kota sebagai tempat pemerintahan
yang baru.
Gagasan perencanaan itu timbul
setelah wali kota mengadakan sayembara perencanaan Balai Kota Malang dengan
juri Ir.W.Lemei, Ph.N. Te Winkel dan Ir.A.Grunberg. Dari 22 peserta lomba,
tidak ada satupun yang memenuhi syarat.
Maka tanggal 14 Februari 1927
diputuskan oleh dewan kota agar rancangan yang paling baik diadakan perubahan
dan segera dilaksanakan pembangunan dengan anggaran F.287.000. Rancangan yang
akhirnya dipakai adalah karya H. F Horn dari Semarang dengan motto Voor de Burgers van Malang (Untuk Warga
Malang).
Pembangunan balai kota dilaksanakan
pada 1927-1929 dan mulai ditempati September 1929 oleh wali kota kedua Ir.E.A
Voorneman, Ruang wali kota dirancang sendiri oleh C.Citroen dari Surabaya yang
sampai sekarang masih terlihat megah.
sumber: http://pattiromalang.blogspot.co.id/2012/04/kisahsejarah-kota-malang-yang-tak.html
0 Comment:
Posting Komentar