Keamanan Tinggi,
Nominasi Ibukota RI
Sadarkah kita kalau markas semua
angkatan bersenjata berada di Malang? Kalau tidak percaya, coba lihat: angkatan
lau di jalan pulau-pulau, angkatan udara di Pakis, angkatan darat di Rampal dan
kepolisian sekrang di Ampeldento, Pakis. Kenapa tidak di Pasuruan, atau di
Kediri atau kota yang lain?
Keberadaan semua kantor keamanan
tersebut bukan kebetulan. Kalau dirunut dari sejarah, paling tidak tahun 1614
ketika pertama kali ekspansi Sultan Agung Kerajaan Mataram ke Jawa Timur,
Malang telah membuktikan diri untuk yang pertama kali sebagai daerah pertahanan
yang dominan. Seluruh Jawa Timur tidak akan dapat ditaklukkan jika tidak
menguasai daerah Malang terlebih dahulu. Kenapa begitu? Setiap terjadi
penyerangan di Jawa Timur, setelah kota lain dikalahkan, semua pemimpin
daerahnya mengundurkan diri ke Malang untuk menyusun kekuatan kembali. Setelah
siap, mereka kembali mengambil alih lagi daerahnya.
Demikian selalu terjadi terus
menerus sampai akhirnya Sultan Mataram menyatakan ada satu daerah yang selalu
“malang” yang artinya menghalangi. Itulah salah satu sebab, pertama kali daerah
ini disebut daerah Malang, dan kemudian masa itu Malang dikenal sebagai Terugval Basis (kota pertahanan
terakhir). Akhirnya, segera bias dicetak, daerah yang pertama kali harus
dikuasai Mataram adalah daerah Malang pada tahun 1614, kemudian Pasuruan tahun
1616 dan Surabaya tahun 1625. Sedangkan sebutan untuk Surabaya dan Pasuruan
saat itu adalah center of force yang
artinya kota pemusatan kekuasaan. Jadi kesimpulannya, jika ingin menguasai Jawa
Timur, kuasai dulu Malang. Itulah sebabnya semua basis angkatan berada di
Malang sampai sekarang.
Nama-nama pahlawan nasional yang
pernah menjadikan Malang sebagai daerah pertahannya antara lain Trunojoyo
(tahun 1615) dan Pangeran Aria Wiranegara/Suropati (tahun 1686-1706). Peristiwa
penangkapan keduanya sangat dramatis seperti disebutkan dalam babad willis dan
babad-babad yang lain. Trunojoyo ingin mencapai home base perjuangan terakhirnya, yaitu Madura, dihalangi oleh
tentara Belanda dan pasukan Mataram di Kediri sampai Lodoyo, Blitar. Di
Surabaya dan Pasuruan ditunggu oleh pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng
Galesung. Di sini peran Malang sebagai Terugval
Basis kembali dimanfaatkan untuk menetap sementara menyusun kekuatan.
Sayangnya, seperti ucap Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno:”jangan pernah
melupakan sejarah”, sangat diperhatikan oleh Belanda. Mereka belajar dari
kegagalan Sultan Agung yang akhirnya membuat kesimpulan, ada satu daerah yang
selalu menjadi tempat pertahanan terakhir: Malang. Tanpa susah payah menebak
tempat persembunyiannya, Belanda mengepung dan memukul mundur Trunojoyo sampai
daerah Ngantang hingga menemui ajalnya di perbukitan antara Ngantang dan Batu.
Demikian juga dengan perjuangan Suropati yang menjadikan Malang menjadi benteng
pertahanan terakhirnya. Perlu kita ketahui pembagian wilayah yang ada saat itu.
Bang Wetan (sekarang Jawa Timur), yang terdiri dari Pasuruan, Malang, Kediri
dan Blambangan (Banyuwangi) adalah wilayah di bawah Mataram. Hal ini dapat
diketahui dengan adanya surat instruksi Amangkurat II tanggal 2 Desember 1677
kepada bupati-bupatinya yang berbunyi, ”untuk bupati-bupati pesisir dan
daerah-daerah lainnya beserta kota-kota yang terletak di pedalaman mengenai
penjualan keluar gabah dan beras” instruksi tersebut diikuti dengan daftar
nama-nama kabupaten (G. P. Rouffaer, Nalatenschap, tanpa tahun) yang
menyebutkan Surabaya nomor 17 Pasuruan nomor 21 dan Malang nomor 49. Karena
masuk dalam daftar tersebut, berarti Malang adalah daerah Mataram yang tercakup
dalam Bang Wetan. Tetapi hal ini sedikit membingungkan karena dalam daftar
daerah milik VOC (J.K.J de Jonge & M.L van Deventer, 1862-1909) tentang Dagh-register 1678, Malang dan Pasuruan
belum termasuk di dalamnya, mungkinkah beberapa daerah yang telah dikuasai
Mataram tidak termasuk daerah yang dikuasai oleh VOC? Tahun 1743 Bekanda
menambah predikat Malang tidak hanya sebagai Terugval Basis tetapi juga sebagai
daerah Voedingsboden yang berarti
tanah pembinaan bagi gerakan anti-Belanda. Daerah-daerah lain yang kemudian
juga berfungsi menjadi daerah pertahanan setelah Malang telah diketahui, adalah
kompleks Raung Banyuwangi, Kompleks Tengger dan Pulau Nusabarong. Di sini kisah
Bupati Malang pertama (bukan versi Belanda) Raden Aria Malayakusuma dimulai,
Wadena Siti Ageng Mataram yang mengangkat dirinya menjadi Bupati Bang Wetan.
Ada beberapa pertimbangan fakta
Malang menjadi Terugval Basis:
geopolitik, letak geografis dan historis (mitos masyarakat). Geopolitik di sini
dikaitkan dengan keberadaan Sungai Brantas yang memanjang 252 km dari sumber
sampai muara dengan luas pengairannya yang mencapai 10.000 km. Demikian juga
pusat aktivitas politiknya yang berpindah-pindah, Kerajaan Kanjuruhan (sumber),
dinasti Majapahit (muara).
Sedangkan pertimbangan letak
geografis adalah karena Malang dikelilingi empat gunung berapi: Semeru, Kawi,
Arjuno dan Tengger. Jadi untuk mencapainya diperlukan waktu dan kemampuan yang
prima, serta dibelah oleh tiga sungai besar, yakni Bango, Amprong, dan Brantas.
Sangat sulit untuk ditemukan kecuali dengan membangun jembatan terlebih dahulu.
Sedangkan faktor historis berarti mitos yang beredar tentang Malang adalah
daerah bumi yang sakral di mana tempat para roh leluhur raja-raja Singosari dan
Majapahit berada. Malang memang harus pdrmanen. Tahun 1767 setelah Bupati
Malaya Kusumo tewas dalam pertempuran di daerah Malang selatan, Belanda
mendirikan benteng untuk memastikan bahwa daerah Malang harus terus menerus
diawasi.
Tahun 1800 Kongsi Dagang Hindia
Timur Belanda (VOC) dibubarkan dan pemerintahan langsung dipegang oleh Gubernur
Jendral H.W Daendels (1808-1811). Setelah itu jatuh ke tangan Inggris di bawah
Letnan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles (1811-1816). Angka 14 memang
angka yang keramat untuk Kota Malang. Kelahirannya 1914, sedangkan tahun 1814,
akibat konvensi London oleh Inggris semua wilayah dikembalikan lagi ke Belanda,
termasuk Malang. Jadi bisa dikatakan, tahun 1814 adalah kelahiran Kota Malang
yang pertama di dunia internasional. Hanya bedanya 1814 dilahirkan oleh
Inggris, sedangkan 1914 dilahirkan oleh Belanda. Perubahan besar memang setelah
di bawah kekuasaan Belanda yang kedua ini dengan dibentuknya karesidenan di
Pulau Jawa (staatblad 1819 no 16,
surat keputusan Komisaris Jendral 9 Januari 1819) sebanyak 20 buah, yaitu:
Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan,
Semarang, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Jepara dan Juana, Surabaya, Pasuruan,
Besuki, Banyuwangi, Madura dan Sumenep, Rembang dan Gresik. Keputusan tersebut
langsung diikuti dengan peraturan kewajiban, gelar dan pangkat para bupati (9
Mei 1820 no.6) yang tertinggi bupati dengan gelar Raden Adipati, kemudian Raden
Tumenggung, dan paling bawah Raden Mas Ingebehi.
Di Kabupaten Malang, saat itu
dipimpin oleh Raden Tumenggung Kertonegoro, sedangkan Bupati Pasuruan bergelar
Raden Adipati, jadi jelas Bupati Malang pada masa itu adalah bupati kelas dua,
dengan perbandingan gaji Bupati Malang F. 4.800 setahun dan Bupati Pasuruan F.
15.000 setahun.
sumber: http://pattiromalang.blogspot.co.id/2012/04/kisahsejarah-kota-malang-yang-tak.html
0 Comment:
Posting Komentar